Senin, 31 Maret 2008

Ada Saatnya Kita Harus Menoleh ke Belakang

"Hai orang-orang yang beriman, bertakwalah kepada Allah dan hendaklah setiap diri memperhatikan apa yang telah diperbuatnya untuk hari esok (akhirat); dan bertakwalah kepada Allah, sesungguhnya Allah Maha Mengetahui apa yang kamu kerjakan." Al Hasyr : 18

Sunatullah. Bahwa perjalanan itu melelahkan. Namun semakin jauh kita melangkah, banyak pembelajaran tentang hidup yang kita peroleh. Baik itu pelajaran dari apa yang telah lakukan, pun pelajaran dari orang-orang di sekitar kita.

Sunatullah. Bila perjalanan itu melelahkan. Maka tengoklah sebentar perjalanan yang telah kita lewati sesaat. Bukan. Bukan berarti kita berhenti. Tetapi, ini adalah jeda sesaat untuk melakukan muhasabah. Untuk menyegarkan kembali langkah-langkah kita ke depan.

Istriku, semoga engkau tidak lelah menemaniku mengarungi kehidupan ini. Masih ada banyak perbaikan yang harus kita lakukan pada bahtera kita. Agar terus bisa melaju mengarungi samudra kehidupan ini. Menuju muara yang abadi.


Saat menikah dengannya
ada kemiripan-kemiripan memang
di sana
selebihnya
kami belajar mengeja dan mengaca

mengeja tentang masa depan
yang memang kami belum tahu bentuknya
tapi kami berdua telah membuat kerangkanya
dan kami berdua telah bertekad untuk membentuknya
... bersama

mengaca tentang diri kami
yang kami pahami bahwa
masing-masing kami adalah seperti kaca
saya tempat berkaca istri saya
dan istri saya adalah tempat berkaca diri saya

di luar itu
semua berjalan
dalam tautan erat tangan-tangan kami
ya, kami berdua lah yang harus menyusun
kepingan-kepingan puzle keluarga kami
agar kelak jadi kepingan-kepingan indah
saat kami menutup mata nanti

Ya Allah
Bimbing kami untuk selalu dalam Ridha-Mu

Kamis, 27 Maret 2008

Disebabkan oleh cinta

Jika anda seorang suami, sungguh mencintai istri dan dicintainya itu sesuatu anugerah yang luar biasa. Jika anda mencintai istri anda, jangan segan-segan mengungkapkannya, walau memang bagi sebagian orang hal ini perlu pembiasaan.

Tapi yakinlah, jika anda telah terbiasa mengungkapkan rasa cinta dan sayang anda, maka akan semakin anda jumpai cinta anda makin merah merekah.


Disebabkan oleh cinta
Matahari pagi ini begitu indah


Kekasih
Sejauh hati ini mengembara
Tetaplah kepadamu jua ku labuhkan
Rindu dan hasrat di dada ini

Dalam alunan nafas yang dalam
Dalam bisikan cahaya sang surya
yang menyusup di antara keping-keping awan
Ku ingin kau tahu
Teduhnya tatapan matamu
Bagiku adalah bagaikan selaksa salju
Yang mendinginkan seluruh penjuru relung kalbu ini

Bersama angin yang mengarak sang awan
Kutitipkan sekeping rindu untukmu

09:19 28/11/2007
masker

Syahdan, hidup ini seperti air yang mengalir. Tak akan pernah berhenti air mengalir sebelum sampai ke muaranya. Banyak cerita yang dibuat sang air dalam perjalanannya ke muara. Tapi hanya air yang mengalirlah yang selalu memberikan cerita tentang kejernihan.


Can
Kita hidup di dunia nyata
Jika ada banyak bayang-bayang masa lalu
Itu mungkin
Tapi jangan biarkan dia menghantui langkah-langkah kita
Karena kita hidup bukan di dunia angan-angan

Can
Di hatimu kutitipkan bergunung asa
Bahwa kita mampu untuk melewati itu semua
Dengan putihnya hati
Dan sucinya langkah


(terilhami oleh perkataanmu dan kisah seorang sahabat)

Menggantung Asa

Ini adalah puisi persembahan saya buat teman-teman roker (rombongan kereta) dari kota jogja. Dalam rangka memperingati satu tahun mutasi ke jakarta.



Menggantung Asa

Kawan....
Jalan ini memang tidak selalu ramah
dengan harapan-harapan kita
Tapi yang saya tahu...
Engkau adalah orang-orang yang kuat
Sekuat keyakinan di dada-dada kalian

Bagi kita, jalan ini adalah
bagian dari pembelajaran kita
Bukankah Allah banyak memerintahkan kita
"siiru fil ardhi....!"
berjalanlah kalian di muka bumi ini
agar kita mendapatkan pelajaran?

Tabiat pembelajar adalah terus bergerak
terus berjalan
karena tabiat ilmu dan hikmah adalah dicari
maka semakin kita jauh berjalan
yakinlah...
akan semakin banyak hikmah yang kita dapatkan

Terus. Teruslah mengalir...
Seperti mata air yang terus mengalir
dan tak pernah henti
Mengalir dan memberi kejernihan
dan kesejukan dimanapun dia lalui

Tetap pancangkan asa dalam dada
bahwa di sisi kesulitan dan kesempitan yang kita hadapi
Senantiasa kita dapati kemudahan dan kesempatan
Yang tidak akan pernah bisa dirasakan
pada mereka yang belum pernah diuji

Yakin..
di ujung sana
akan kita jumpai
keleluasaan dan kelapangan


masker 12/03/08
~ sehabis mengikuti seminar ESQ ~

Jangan sampai terlewat

Masa kecil anak-anak kita selalu unik. Sebagaimana kita dulu kecil, ada kenangan-kenangan indah yang kita lewati dalam kebersamaan kita dengan orang tua kita. Walau saya akui, sedikit kenangan yang saya punyai dalam memori otak saya.

Membersamai anak-anak di masa-masa awal, sesuatu yang menakjubkan. Sayang masih ada di antara orang tua yang melewatkan begitu saja waktu-waktu berharga tersebut. Ketika mereka tersadar, anak-anak mereka telah menjadi pribadi yang mandiri, yang mungkin tak lagi butuh banyak kedekatan fisik dengan orang tuanya. Semoga saja kita termasuk di antara mereka.

Dunia anak-anak memang unik. Kedekatan fisik bagi mereka adalah sesuatu yang begitu menentramkan. Saya ingat waktu saya kuliah dulu. Ketika pulang saat liburan, adik saya yang masih di bawah lima tahun begitu bahagia melihat saya. Ketika saya gendong, tak henti-hentinya dia menciumi pipi saya. Sekarang dia sudah kelas 3 STM, saat saya pulang ke rumah, saya masih melihat rona kerinduan di matanya. Tapi tidak lagi seperti dulu, ada jarak yang terasa jauh yang memisahkan kami berdua.

Melihat anak-anak selalu membangkitkan sejuta rasa dan asa. Setiap akhir pekan saya pulang, selalu saya temukan kerinduan dalam hati-hati kami yang begitu dalam. Si sulung yang laki-laki kelas 3 SD, sudah mulai agak canggung untuk mengungkapkan kerinduannya. Sesekali saja dia mencuri-curi waktu mencium pipi saya. Saat menjelang tidur, sesekali dia malu-malu minta ditemenin tidurnya, “Masa adik terus yang dikeloni…” begitu protesnya lain waktu.

Yah, saya merasa harus memanfaatkan waktu-waktu kedekatan fisik ini, karena itu bagian dari seremoni ungkapan kasih sayang yang membahagiakan. Entah berapa lama lagi dia butuh ditemanin saat menjelang tidurnya. Entah berapa lama lagi dia masih mau mencium pipi saya dan tidak malu ketika saya cium pipinya.

Anak kedua yang perempuan kelas 1 SD, lebih unik lagi. Ada ego yang tinggi dalam dirinya untuk mengungkapkan kerinduannya. Jarang kalo saya telepon dia mau berbicara lama seperti kakak dan adiknya. Hanya kalo saya pulang, dia maunya selalu dekat-dekat dengan saya. Ketika saya minta dia mencium pipi saya, “Dek, abi dicium dulu tho..” rengek saya. Ternyata sulitnya minta ampun. Tapi dimanapun saya duduk, dia selalu tidak melewatkan waktu untuk minta dipangku, atau sekedar tiduran di pangkuan saya sambil membaca buku kesukaannya. Saat sholat di masjid pun, begitu selesai salam segera dia menghambur dari barisan sholat perempuan, bermanja-manja di pangkuan saya.

Ah, saya selalu menikmatinya saat-saat seperti ini. Entah sampai kapan dia tidak malu-malu untuk bermanja-manja di pangkuan saya. Setidaknya saat ini saya tidak ingin melewatkan waktu-waktu tersebut.

Si bungsu laki-laki yang masih di playgroup, masih atraktif untuk mengungkapkan kerinduannya. Khas anak-anak. “Kalo abi pulang, sekolahanku tutup…” begitu sering diungkapnya. Saat ditanya, “Dek, kamu kok gak sekolah?” / “Kan abi pulang…” begitu jawabnya ringan. Dia selalu memeriksa tas saya, untuk mencari oleh-oleh yang saya bawa. Saya biasa membawakan oleh-oleh buat anak-anak, meski sekedar susu bantal atau susu kotak boneto. Dia yang selalu berebut dengan kakak perempuannya untuk bermanja-manja di pangkuan saya. Saat saya sholat, kesukaanya adalah bermain-main di punggung saya saat sujud. Pun di saat berdiri dari sujud, seringkali dia bergelantungan di pundak belakang saya.

Saya menikmati kebersamaan ini. “Abi kok suka gendong-gendong adik sih..” katanya suatu waktu. “Karena abi sayang adek..” jawab saya singkat sambil saya cium pipinya.

Masa anak-anak adalah saat-saat yang menakjubkan. Dia terekam dalam memori bawah sadar mereka. Mari berikan memori-memori yang indah di otak mereka. Insya Alloh akan berguna di saat mereka besar nanti.

Mari, jangan lewatkan masa-masa itu…



Buat anak-anakku, terima kasih atas kenangannya...

Rabu, 26 Maret 2008

Cerita Sebuah Pernikahan

Menikah adalah sesuatu proses yang teramat sakral dan berat. Karenanya tak heran kemudian Al Qur'an menyebutnya dengan istilah mitsaqan ghalidzan (ikatan yang kokoh). Yah, dengan pernikahan maka setelah akad nikah, telah terjadi ikatan kuat antara seorang laki-laki dengan perempuan. Ikatan yang diberikan atas nama Allah, Dzat Pencipta Alam Raya ini.

Seorang sahabat, baru saja menggenapkan setengah dien-nya, setelah melalui prosesi yang cukup heroik. Selalu saja ada sejuta rasa menggumpal dalam dada ini, setiap selesai mengantar seseorang ke jenjang pernikahan.

Berharap, ia kelak akan menjadi sebuah pernikahan yang barokah. Yang akan melahirkan generasi pendukung dakwah yang mulia ini. Yang akan menyemaikan mujahid-mujahidah yang ikhlas berjuang demi kemulian Islam. Ah, sebuah elegi yang semoga bisa menjadi kenyataan. Bi idznillah.

Sahabat saya telah mengirimkan sebuah pesan kepada saya. Ungkapan kegembiraan yang akan saya bagi untuk kita semua, sebagai penyemangat bagi kita semua. Akhi, semoga apa yang telah kita usahakan ini mendapatkan keridhoan dari Allah SWT.

.............................................................

Assalamu'alaikum Wr. Wb.

Ba'da tahmid wa sholawat.

Puji syukur kehadirat Alloh atas segala nikmat dan karunia Nya, sehingga sampai dengan detik ini, nikmat iman dan manisnya islam masih bisa kita rasakan. masih bisa kita hayati.

sholawat dan salam senantiasa tercurahkan kepada Rosul akhir zaman, yang telah menyempurnakan akhlak makhluk yang dhoif ini. Beliau yang ikhlas dan tulus menyampaikan ruh-ruh islam ini hingga sampai kepada kita. beserta keluarga, shohabat, tabi'in tabi'at hingga yaumil akhir kelak.

masih dalam kegembiraan dan kebahagiaan ini, sebuah titah rumah tangga telah menyemai dalam diri kami. kami yang masih awam ini, akhirnya telah melewati masa-masa "puasa" itu. dan kini, kami telah merasakan "Nikmatnya Berbuka".

sebuah keniscayaan tidaklah tercipta begitu saja. suatu hidayah juga tidaklah datang tiba-tiba. tapi, ada unsur-unsur ikhtiar kita agar Dia memberikan yang terbaik buat kita.

sebuah perjalanan, pertarungan, pergolakan kasih sayang akan segera kami mulai. ada rintihan-rintihan cinta, ada gesekan-gesekan rindu, ada segumpal kangen dan rasa-rasa lainnya, sedikit demi sedikit menyelimuti perjalanan baru ini.

kami, melalui email ini, setidaknya mewakili perasaan cinta kami, ingin mengucapkan jazakumullah khoiron katsiir katsiir teruntuk akhina, ustadz, murobbi, bapak fulan dan ukhtina, murobbiyah, ibu fulanah.....
(ketika saya menulis ucapan ini, pacarku nelpon....mengungkapkan rasa kangennya...hehehe....cuma selingan saja)

kami terharu, karena ketulusan antum dan anti, melalui antum dan anti, Allah telah mempertemukan saya dengan bidadari pegunungan itu.....dan kini rasa syukur itu semakin membuncah tatkala sighat taqlik telah terucap dan terdengar.

saya masih ingat, ucapan pak fulan2 ---suami mbak fulanah--- waktu makan malam ayam bakar setelah ta'aruf di jember,
"ketika kita proses dan siap menuju pernikahan, maka tatkala itu pula kita harus intens muroqobbatullah kepada Nya. karena kita akan memasuki hal ghoib yang kedua, setelah rejeki."

taujih itu nonjok banget buat aku. seketika itu, saya hanya pasrah kepada Alloh agar diberikan zawwaj yang terbaik menurut Nya.

sekali lagi, kami mengucapkan jazakumullak pak fulan dan mbak fulanah atas fasilitasinya selama kami berproses....dan kini kami sedang merasakan nikmatnya berbuka itu......

semoga Alloh memberikan balasan yang berlipat ganda dan lebih baik untuk antum.....

dalam kerinduan dengan istri tercinta, saya tulis ucapan ini atas pernikahan kami.


yang telah Engkau pertemukan


Chairul Saleh - Mirawati

Wassalamualaikum Wr. Wb

......................................................

Barakallahu laka wa baraka 'alaika wajama'a bainakuma fii khair.
ana ukhibukum fiillah..

Menegur dengan kelembutan

Beberapa hari yang lalu, ada seorang ummahat yang mengadu ke saya, karena mendapat teguran yang kurang simpatik dari qiyadahnya dan juga beberapa teman satu level qiyadahnya. Sebenarnya hanya persolan yang boleh dibilang sepele. Sore itu, di tengah keterbatasan waktunya dia menyegerakan diri untuk mengikuti tatsqif di masjid dekat rumahnya, masjid tempat ia dan keluarganya beraktifitas ibadah maupun dakwah. Dalam benaknya, yang ada adalah bagaimana dia bisa menebus waktu untuk menggantikan ketidakhadirannya dalam tatsqif selama ini.

Di tengah berjalannya tatsqif lembar absensi beredar. Ketika menjelang lembar absensi itu bergeser ke tangannya, tiba-tiba ada ummahat lain yang dengan serta merta mengambil lembar absen itu dari tangannya, "Absensi anti tidak di sini.." Sebuah kalimat pendek, datar dan tegas terucap mengiringinya. Hatinya terhenyak, adakah kesalahan yang telah dia perbuat.

Belakangan dia baru mengerti ketika datang sms dari qiyadahnya. "Anti boleh tatsqif di masjid A, B atau C. Tapi tidak di masjid D. Mohon pengertiannya." begitu bunyi pesan singkat tersebut. Dalam hati dia bertanya, kenapa? Untuk meyakinkan hati, dia mencoba mencari jawab dari teman satu halaqohnya. Di dapatlah jawaban bahwa tatsqif di masjid dekat rumahnya tersebut adalah untuk kader level di atasnya.

Waktu berlalu, tapi hatinya belum bisa menerima. Begitukah cara menegur yang berlaku di jamaah dakwah ini? Tidakkah bisa dengan bahasa dan sikap yang lebih lembut? Tidak cukup di situ, bahkan 'salah masuk' nya dia dalam sebuah salah satu wasilah yang bernama tatsqif itu pun perlu dibahas di forum qiyadahnya. Bukankah dakwah ini mengajarkan kelembutan kepada obyek dakwah, apalagi kepada sesama kader? Bukankah dakwah ini mengajarkan untuk mengedepankan khusnudzon?

Saya menjadi teringat dengan taujih salah seorang ustadz, "Akhi, kita ini berhimpun dalam dakwah ini semata-mata karena ikatan iman dan ukhuwah. Tidak ada ikatan selain itu, apalagi ikatan materi. Karenanya, menjadi seorang qiyadah itu bukan untuk menguasai, tapi untuk mengasuh dan mengasihi. Bukan pula semangat memukul tapi semestinya merangkul. Jangan umbar kemarahan tapi umbarlah keramahan. Jadikan semangat menghukum itu pilihan yang paling akhir."

Saya hanya takut, hak-hak ukhuwah barangkali belum sepenuhnya tertunai dalam diri para kader ini. Bahwa tingkatan ukhuwah yang paling mendasar, kata Imam Hasan al Bana adalah, kelapangan dada dalam menerima keadaan saudaranya. Dan puncaknya adalah itsar. Sudahkah kita melapangkan dada kita dengan kekhilafan yang barangkali terjadi tanpa dia sengaja?

Bahkan lebih lanjut Al Qur'an memerintahkan untuk selalu menjaga semangat ukhuwah ini. Ada rambu-rambu yang Allah gambarkan dalam Surat AL Hujurat ayat 6-12, diantaranya adalah :
- Budayakan untuk senantiasa bertabayun (fattabayyanu)
- Semangat untuk selalu ishlah (fa ashlihu)
- Jangan saling mengolok-olok (laa yaskhor)
- Jangan suka mencela (laa talmizu)
- Jangan memberi sebutan yang buruk (laa tabanaazu bil alqob
- Jauhi dari banyak prasangka (ijtanibu katsiiran minadz-dzon)
- Jangan mencari-cari kesalahan (laa tajassasu)
- Jangan saling menggunjing (laa yaghtab-ba'dhukum ba'dho)

Semoga kita bisa selalu menyemai semangat ukhuwah ini. Teguran adalah bagian dari berukhuwah. Tetapi menegurlah dengan lembut. Sebagaimana lembutnya akhlaq seorang mukmin yang dituntut dalam Al Qur'an, 'ruhamaa'u bainahum..." mereka saling bersikap lembut di antara mereka. Agar para kader merasa nyaman dalam bangunan dakwah ini.

Allahu a'lam.

Tentang Cinta

‘Istri bisa menguatkan komitmen dakwah sehingga kita sanggup berjauhan untuk waktu yang lama. Bukan karena tidak adanya rasa sayang, tapi karena kuatnya komitmen dakwah ilaLlah. Sebaliknya, ia bisa membuat jiwa kita rapuh !’ (M Fauzil Adhim)

========================================

Beberapa saat setelah kabar meninggalnya seorang sahabat kita setelah sang istri beliau meninggal terlebih dahulu beberapa waktu lalu, cukup lama saya mencoba mengurai dan merenungkan kembali tentang makna cinta, mencintai dan juga dicintai.

Saya teringat akan tulisan seorang Anis Matta, beliau mengatakan tampaknya inilah rahasia besar di balik peringatan Allah swt dalam Al-Qur’an, bahwa istri, anak-anak, orang tua, atau siapa saja yang kita cintai, setiap saat dapat menjadi musuh bagi kita. Mungkin dalam bentuk permusuhan langsung, tapi bisa juga dalam bentuk cinta yang berlebihan, yang berkembang sedemikian rupa menjadi ketergantungan jiwa.

Lebih lanjut beliau katakan, cinta seperti itu pasti tidak akan menjadi sumber energi dan kekuatan jiwa. Ia akan menjadi sumber kecemasan dan ketakutan. Kecantikan sang istri akan berubah menjadi ancaman yang membuat kita ngeri membayangkan perpisahan.

Itulah sebabnya Abu Bakar pernah menyuruh anaknya, Abdullah, menceraikan istrinya. Itu karena beliau melihat bahwa anaknya terlalu mencintai istrinya, dan cintanya telah berubah menjadi semacam ketergantungan. Ketergantungan itu membuatnya takut berpisah dengan istrinya, bahkan kadang untuk sekadar melakukan shalat jamaah di masjid. Umar Bin Khattab juga pernah menyuruh anaknya, Abdullah Bin Umar, yang notabene merupakan satu dari tujuh ulama besar di kalangan sahabat, untuk menceraikan istrinya, dalam kasus yang sama.

Cinta adalah sumber kekuatan jiwa yang dahsyat. Tapi ketergantungan adalah kelemahan jiwa yang fatal, yang dalam banyak hal merupakan sumber kehancuran.

Bagi saya terkadang masih terlalu tipis untuk bisa membedakan cinta yang bisa membangun kekuatan jiwa, dengan cinta yang justru melemahkan jiwa karena menimbulkan faktor ketergantungan yang mungkin tidak berujung.

Saya dan istri termasuk yang tak henti-hentinya saling mendeklarasikan makna cinta dengan ungkapan setiap saat. Di sms atau ketika di sela-sela telepon, dalam perjumpaan lebih tak terhitung lagi, hampir selalu terselip bisikan cinta. Saya berdoa semoga cinta kami bukan cinta yang membuahkan ketergantungan yang melemahkan jiwa, tapi cinta yang membuahkan energi untuk selalu berbuat kebaikan.

Ahad sore kemaren, seorang al akh yang begitu setia hampir setiap pekan selalu mengantar saya ke stasiun kereta, mengirim sms, “Pak, nanti malam berangkat ke stasiun jam berapa?” Istri saya yang membaca sms tsb, kemudian mengetikkan sms balasan mewakili saya, “Mas, nanti malam yang mengantar pacar saya saja. Masih kangen je. Sampeyan istirahat dulu aja ya”.

Alhasil, malam itu istri saya menemani perjalanan ke stasiun di tengah rintik hujan, berdua saja. Anak-anak di rumah bersama embahnya. Setelah parkir, karena melihat jadwal kereta masih 30 menitan lagi kata istri, “Mas, kita di sini dulu aja. Pacaran dulu”. Halah. Jawab saya sekenanya. Ah, cinta memang indah. Saya jadi teringat salah satu syiar untuk menghidupkan cinta antara suami-istri adalah dengan berpergian/berekreasi berdua saja, tidak menyertakan anak-anak.

Benar. Saya sangat percaya, cinta itu bisa menumbuhkan kekuatan jiwa. Asal kita bisa memaknai cinta itu dengan sewajarnya. Asal kita bisa menempatkannya pada porsinya. Bagi seorang mukmin, ada cinta yang lebih hakiki. Yaitu cinta kepada Alloh dan Rasul-Nya. Kemudian cinta kepada dakwah dan jihad fi sabilillah.

Untuk lebih mengobati kegundahan saya, jari-jari saya segera mengetik sebuah sebuah pesan singkat kepada seorang sahabat “… Aduhai, laki-laki memang ditakdirkan rapuh, jika tanpa wanita. Cinta mampu membuat seseorang menjadi kuat, tapi di sisi lain mampu pula membuatnya begitu rapuh.”

Karena itu balasnya :


Istri bisa menguatkan komitmen dakwah
sehingga kita sanggup berjauhan untuk waktu yang lama.
Bukan karena tidak adanya rasa sayang,
tapi karena kuatnya komitmen dakwah ilaLlah.
Sebaliknya,
ia bisa membuat jiwa kita rapuh !


Semoga kita bisa memaknai cinta dengan sewajarnya. Semoga kita bisa menempatkan cinta kita pada porsi yang dikendaki Alloh dan Rasul-Nya. Karena bagaimanapun, fitrah kita akan mengatakan, kita akan rela melakukan apapun juga asal itu untuk yang kita cintai.




NB :
Lagi bingung mau kasih tulisan apa
Karena ini yang lagi berputar di benak saya
Jadilah ini yang tertuang pada hari ini
Semoga bermanfaat