Selasa, 20 Januari 2009

Biar Kuncupnya Mekar Jadi Bunga

Oleh : Anis Matta, Lc

Ternyata obrolan kita tentang cinta belum selesai. Saya telah menyatakan sebelumnya betapa penting peranan kata itu dalam mengekspresikan kata cinta. Tapi itu bukan satu-satunya bentuk ekspresi cinta. Cinta merupakan sebentuk emosi manusiawi. Karena itu ia bersifat fluktuatif naik turun mengikuti semua anasir di dalam dan di luar di diri manusia yang mempengaruhinya. Itulah sebabnya saya juga mengatakan, mempertahankan dan merawat rasa cinta sesungguhnya jauh lebih sulit dari sekedar menumbuhkannya. Jadi obrolan kita belum selesai.

Walaupun begitu, saya juga tidak merasakan adanya urgensi untuk menjawab pertanyaan ini: apa itu cinta? Itu terlalu filosofis. Saya lebih suka menjawab pertanyaan ini: bagaimana seharusnya anda mencintai? Pertanyaan ini melekat erat dalam kehidupan individu kita.

Cinta itu bunga; bunga yang tumbuh mekar dalam taman hati kita. Taman itu adalah kebenaran. Apa yg dengan kuat menumbuhkan, mengembangkan, dan memekarkan bunga-bunga adalah air dan matahari. Air dan matahari adalah kebaikan. Air memberinya kesejukan dan ketenangan, tapi matahari memberinya gelora kehidupan. Cinta, dengan begitu, merupakan dinamika yg bergulir secara sadar di atas latar wadah perasaan kita.

Maka begitulah seharusnya anda mencintai; menyejukkan, menenangkan, namun juga menggelorakan. Dan semua makna itu terangkum dalam kata ini: menghidupkan. Anda mungkin dekat dengan peristiwa ini; bagaimana istri anda melahirkan seorang bayi, lalu merawatnya, dan menumbuhkannya, mengembangkannya serta menjaganya. Ia dengan tulus berusaha memberinya kehidupan.

Bila anda ingin mencintai dengan kuat, maka anda harus mampu memperhatikan dengan baik, menerimanya apa adanya dengan tulus, lalu berusaha mengembangkannya semaksimal mungkin, kemudian merawatnya… menjaganya dengan sabar. Itulah rangkaian kerja besar para pecinta; pengenalan, penerimaan, pengembangan dan perawatan.

Apakah anda telah mengenal isteri anda dengan seksama? Apakah anda mengetahui dengan baik titik kekuatan dan kelemahannya?

Apakah anda mengenal kecenderungan-kecenderungannya? Apakah anda mengenal pola-pola ungkapannya; melalui pemaknaan khusus dalam penggunaan kata, melalui gerak motorik refleksinya, melalui isyarat rona wajahnya, melalui tatapannya, melalui sudut matanya? Apakah anda dapat merasakan getaran jiwanya, saat ia suka dan saat ia benci, saat ia takut dan begitu membutuhkan perlindungan? Apakah anda dapat melihat gelombang-gelombang mimpi-mimpinya, harapan-harapannya?

Sekarang perhatikanlah bagaimana tingkat pengenalan Rosululloh saw terhadap istrinya, Aisyah. Suatu waktu beliau berkata, "Wahai Aisyah, aku tahu kapan saatnya kamu ridha dan kapan saatnya kamu marah padaku. Jika kamu ridha, maka kamu akan memanggilku dengan sebutan: Ya Rosulullah! tapi jika kamu marah padaku, kamu akan memanggilku dengan sebutan: Ya Muhammad!. Apakah beda antara Rosululloh dan Muhammad kalau toh obyeknya itu-itu saja? Tapi Aisyah telah memberikan pemaknaan khusus ketika ia menggunakan kata yang satu pada situasi jiwa yang lain. Pengenalan yang baik harus disertai penerimaan yang utuh. Anda harus mampu menerimanya apa adanya. Apa yang sering menghambat dlm proses penerimaan total itu adalah pengenalan yang tidak utuh atau "obsesi" yang berlebihan terhadap fisik.

Anda tidak akan pernah dapat mencintai seseorang secara kuat dan dalam kecuali jika anda dapat menerima apa adanya. Dan ini tidak selalu berarti bahwa anda menyukai kekurangan dan kelemahannya. Ini lebih berarti bahwa kelemahan dan kekurangan bukanlah kondisi akhir kepribadiannya, dan selalu ada peluang untuk berubah dan berkembang. Dengan perasaan itulah seorang ibu melihat bayinya. Apakah yg ia harap dari bayi kecil itu ketika ia merawatnya, menjaganya, dan menumbuhkannya? Apakah ia yakin bahwa kelak anak itu akan membalas kebaikannya? Tidak. Semua yg ada dlm jiwanya adalah keyakinan bahwa bayi ini punya peluang utk berubah dan berkembang. Dan karenanya ia menyimpan harapan besar dlm hatinya bahwa kelak hari-hari jugalah yg akan menjadikan segalanya lebih baik. Penerimaan positif itulah yang mengantar kita pada kerja mencintai selanjutnya; pengembangan.

Pada mulanya seorang wanita adalah kuncup yg tertutup. Ketika ia memasuki rumah anda, memasuki wilayah kekuasaan anda, menjadi istri anda, menjadi ibu anak-anak anda; Andalah yg bertugas membuka kelopak kuncup itu, meniupnya perlahan, agar ia mekar menjadi bunga. Andalah yg harus menyirami bunga itu dengan air kebaikan, membuka semua pintu hati anda baginya, agar ia dapat menikmati cahaya matahari yg akan memberinya gelora kehidupan. Hanya dengan kebaikanlah bunga-bunga cinta bersemi.

Dan ungkapan "Aku Cinta Kamu" boleh jadi akan kehilangan makna ketika ia dikelilingi perlakuan yang tidak simpatik (dan tidak menyenangkan). Apa yg harus anda berikan kepada istri anda adalah peluang untuk berkembang, keberanian menyaksikan perkembangannya tanpa harus merasa superioritas anda terganggu. Ini tidak berarti anda harus memberi semua yang ia senangi, tapi berikanlah apa yg ia butuhkan.

Tetapi setiap perkembangan harus tetap berjalan dlm keseimbangan. Dan inilah fungsi perawatan dari rasa cinta. Tidak boleh ada perkembangan yang mengganggu posisi dan komunikasi. Itulah sebabnya terkadang anda perlu memotong sejumlah (ranting atau cabang) yg sudah kepanjangan agar tetap terlihat serasi dan harmoni. Hidup adalah simponi yg kita mainkan dengan indah.

Maka, duduklah sejenak bersama dengan istri anda, tatap matanya lamat-lamat, dengarkan suara batinnya, getaran nuraninya, dan diam-diam bertanyalah pada diri sendiri: Apakah ia telah menjadi lebih baik sejak hidup bersama dengan anda?

Mungkinkah suatu saat ia akan mengucapkan puisi Iqbal tentang gurunya:

DAN NAFAS CINTANYA MENIUP KUNCUPKU …
MAKA IA MEKAR MENJADI BUNGA …

Senin, 19 Januari 2009

Muslim Terbaik

Oleh : Ust. Abdurrahman, Lc


عَبْدِ اللَّهِ بْنِ عَمْرٍو رَضِيَ اللَّهُ عَنْهُمَا عَنْ النَّبِيِّ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ قَالَ الْمُسْلِمُ مَنْ سَلِمَ الْمُسْلِمُونَ مِنْ لِسَانِهِ وَيَدِهِ وَالْمُهَاجِرُ مَنْ هَجَرَ مَا نَهَى اللَّهُ عَنْهُ

Dari Abdullah bin Umar, Nabi Muhammad bersabda; "Orang Islam itu adalah orang yang orang-orang Islam lainnya selamat dari lidah dan tangannya; dan orang yang berhijrah (muhajir) adalah orang yang meninggalkan apa yang dilarang oleh Allah".(HR.Bukhari, 1/69)

Rawi Hadits;

Abdullah bin Umar bin Khattab bin Nufail, al-Qurasiy, Ibunya bernama Zainab binti Mathun.

Sudah menjadi kebiasan sehari-hari Ibnu Umar mengenakan kain hingga setengah betisnya dan imamahnya dilebihkannya sedikit hingga di atas pundaknya, cari tangannya dihiasi dengan sebuah cincin yang bertuliskan "Abdullah bin Umar".

Peperangan pertama kali yang diikuti oleh Ibnu Umar bersama Rasulullah adalah Khandak. Beliau juga sempat pergi berperang ke Kota Syam, Irak, Basrah serta Persia.

Ibadah, merupakan hiasan yang selalu dikenakan oleh Ibnu Umar dalam hidup kesehariannya. Seumur hidupnya tidak pernah meninggalkan sholat berjama'ah terutama sholat Isya dan bila tertinggal sholat Isya berjmaáh maka dia menggantinya dengan sholat sepanjang malam. Sholat Tahajjud tidak pernah ditinggalkan sejak Rasul mengatakan; "Sebaik-baik orang Islam adalah Abdullah bila dia selalu mendirikan sholat malam". Beliau tidak pernah berpuasa saat berpergian tetapi hampir setiap harinya berpuasa jika dalam keadaan mukim atau menetap.

Bersedakah menjadi hobinya, disebutkan dalam sejarah; beliau telah membebaskan budak lebih dari seribu orang.

Kecintaannya kepada Nabi Muhammad membuat para ulama tercengang, berkata Nafi': "Seandainya engkau melihat bagaimana Ibnu Umar dalam mengikuti jejak langkah Rasulullah engkau akan katakan kepadanya 'orang ini sudah gila'. Muhammad al-Umariy mengatakan; Tidak disebutkan nama Nabi Muhammad di hadapan Ibnu Umar kecuali beliau mengeluarkan air mata".

Ibnu Umar merupakan salah seorang sahabat Rasul yang sangat berhati-hati dalam meriwayatkan hadits-hadits dari Nabi Muhammad, berkata As-Sya'bi; Aku pernah duduk bersama Ibnu Umar selama satu tahun, dalam masa itu akan tidak mendengar dari beliau kecuali satu hadits. Muhammad al-Baqir mengatakan; Apabila Ibnu Umar mendengar hadits dari Rasul beliau tidak menambah atau mengurangi satu huruf-pun, sungguh tidak ada orang yang serupa Ibnu Umar.

Abdullah bin Umar wafat di Kota Mekkah tahun tujuh puluh empat Hijriah dalam usia delapan puluh empat tahun. Hadits yang sempat tercatat dari beliau sebanyak seribu enam ratus tiga puluh buah.

Makna Kalimat Hadits;
• Al-Muslim; Imam Ibnu Hajar mengatakan; Kata-kata al-Muslim (yang menggunakan al-Ma'rifah) dalam hadits ini menunjukkan arti 'sempurna', jadi makna hadits; Orang Muslim yang sempurna keislamannya itu.... (al-fath, 1/69)

• Man Salima al-Muslimun..; Dalam hadits ini hanya disebutkan 'Bagaimana seorang Muslim menjaga hubungan baik dengan sesama Muslim' dan tidak disinggung tentang hubungannya dengan Allah. Para ulama mengatakan; Seakan-akan Rasul mengatakan; Bila seorang Muslim diharuskan menjaga hubungan baiknya dengan sesama mereka lalu bagaimana dengan Allah, tentunya harus lebih dijaga dan diperhatikan !.

• Al-Muslimun; Bukan berarti kita diperintahkan untuk bersikap tidak baik terhadap orang non Islam, tetapi disebutkan kata-kata itu untuk memberi penekanan agar mendapat perhatian lebih. Al-Muslimun artinya orang Muslim laki-laki tetapi masuk kedalamnya wanita Muslimah.

• Lisan dan al-yad; Artinya lidah dan tangandisebutkan kedua anggota tubuh ini karena sebagian besar perbuatan manusia itu dilakukan , oleh keduanya. Terutama lisan, dia dapat melakukan sesuatu berkenaan dengan yang telah lalu, saat ini atau yang akan datang. Kata Lisan lebih luas maknanya dibanding dengan al-Qaulu (perkataan), karena dengan lisan masuk juga ke dalam maknanya; mengejek dengan lidah atau isyarat lainnya.

• Al-Muhajir; Orang yang berpindah, al-Muhajir mengandung pindah secara dhahir (berpindah dari tempat yang tidak baik ke tempat yang baik) dan bathin (berpindah dari hamba yang mengikuti syahwat menjadi hamba yang menguasai syahwat). Imam Bukhari menyubutkan hadits ini, seakan-akan beliau hendak mengingatkan kepada kaum Muslimin bahwa, masalah Hijrah itu hanya sejarah dan telah berlalu sebagai kenangan sejarah, tetapi Hijrah itu harus selalu ada pada diri setiap Kaum Muslimin.

Hikmah Hadits;

Banyak sekali hikmah yang dapat kita petik dari hadits Rasulullah ini, diantaranya;

• Rasulullah menghendaki agar seluruh umatnya mencapai derajat yang tinggi dan sempurna terutama dalam urusan akheratnya. Janganlah kita merasa puas hanya menjadi seorang Muslim tetapi harus selalu berusaha bagaimana cara untuk menjadi orang Muslim yang sempurna.

Dalam kitab Shahih Bukhari disebutkan;

عَنْ أَبِي مُوسَى رَضِيَ اللَّهُ عَنْهُ قَالَ
قَالُوا يَا رَسُولَ اللَّهِ أَيُّ الْإِسْلَامِ أَفْضَلُ قَالَ مَنْ سَلِمَ الْمُسْلِمُونَ مِنْ لِسَانِهِ وَيَدِهِ

Dari Abu Musa berkata, "Mereka (para sahabat) bertanya, Wahai Rasulullah, Islam manakah yang lebih utama?' Beliau menjawab, 'Orang yang orang-orang Islam lainnya selamat dari lidah dan tangannya". Shahih Bukhari, 1/70, Bab Ayyu Islam Afdhal.

• Orang Muslim yang paling tinggi dan mulia adalah mereka yang selalu dapat memberikan rasa aman kepada saudaranya baik dengan lisan atau tangannya, dan juga selalu berusaha menggunakan tangan dan lisannya untuk menyelamatkan atau menolong saudaranya. Al-Imam Khattabi mengatakan; Muslim itu mendapatkan kemuliaan tersebut bila dia juga memperhatikan kewajibannya terhadap Allah.

• Seorang Muslim setiap waktu dituntut untuk selalu mengadakan perubahan dalam dirinya, hari ini harus lebih baik dari kemaren dan esok harus lebih baik daripada hari ini. Tahun ini harus lebih baik dari tahun kemaren.

Kajian Hadist : Kamis, 15 Januari 2009
Kanwil DJP Jakarta Utara
Menara Jamsostek

masker

Selasa, 13 Januari 2009

Pena hidup yang terus mengalir

Sebuah jejak awal...

Terlahir menjadi anak keempat setelah ketiga kakak sebelumnya perempuan semua, menjadikan aku anak kesayangan orang tua dan kakak-kakakku. Setidaknya itu yang aku rasakan. Sewaktu masa kecilku, orang tua termasuk kalangan berada. Pedagang pertama yang ada di desa kami, toko kami lumayan besar. Di tambah darah yang mengalir melalui mbah buyut kami yang seorang demang, sebutan jabatan masa lalu, membuat keberadaan keluarga kami cukup dihormati.

Masa kecilku, aku biasa menghabiskan kue bolu yang besarnya selingkar kepala orang dewasa. Sendirian saja. Begitu cerita orang tuaku. Tapi boleh dibilang orang tuaku over protektif sehingga pergaulan masa kecilku tidaklah luas. Hanya ada 2 teman yang aku ingat. Keduanya tetangga kiri dan kananku, selebihnya aku tidak kenal.

Hingga akhirnya orang tuaku ditipu oleh kerabat dekat. Kejadian ini terjadi di awal tahun 1980an. Saat itu aku telah mempunyai adik berumur 2 tahunan. Motor Yamaha L2 Super yang baru kami beli beberapa bulan, tiba-tiba dijual oleh pak likku. Angsuran bank yang dititipkan ke kerabat jauh yang menjadi pegawai di bank tersebut, tak pernah sampai sehingga tiba-tiba orang tua mendapat tagihan yang luar biasa besar. Akhirnya toko kami bangkrut untuk menutup hutang-hutang.

Sejak itu orang tuaku menekuni ladang warisan dari kakekku. Menjadi petani tulen, tak lagi mempunyai modal untuk menjadi pedagang. Hingga kemudian lahir adikku yang kedua. Saat itu kakak pertamaku sudah duduk di bangku SMA, kakak kedua SMP, kakak ketiga dan aku masih duduk di SD. Jarak sekolah antar kami masing-masing 2 atau 3 kelas. Kedua adikku yang masih kecil, belum sekolah

Kehidupan saat itu mulai terasa berat bagi orang tua. Mengandalkan dari pertanian yang panen setahun 2 atau 3 kali, jelas tidak bisa menutup biaya sekolah kami. Apalagi beberapa tahun berikutnya kakak pertamaku mulai kuliah, praktis biaya yang keluar untuk sekolah makin besar. Orang tuaku bersikeras kami semua harus sekolah, agar tidak bodoh dan mudah tertipu seperti mereka. Akhirnya ayahku memulai profesi baru, merantau berjualan es. Aku ingat, perantauan beliau pertama adalah kota Jogja, kota yang sekarang menjadi tempat tinggalku.

Biaya hampir semua tersedot ke kakak kami yang pertama yang sedang kuliah sehingga kami yang duduk di bangku sekolah bawahnya hampir selalu nunggak SPP. Ayah makin jarang pulang, untuk memenuhi kebutuhan kami. Kadang 2 bulan penuh sama sekali tidak pulang. Ketika kakak pertama kami kuliah di tahun ketiga, kakak kedua dan ketiga aku duduk di bangku SMA, aku di bangku SMP dan kedua adikku di bangku SD. Tahun-tahun ini luar biasa berat bagi kami. Enam anak sekolah semua. Ayah aku akhirnya merantau ke Kudus, untuk mencari penghasilan yang lebih baik, Tetap berjualan es. Ibu dibantu kami anak-anaknya, mengurus ladang yang di sela-sela sekolah kami.

Track record sebagai penunggak spp...

Selama 3 tahun di SMP, tanggal 10 tiap bulannya hampir selalu aku menjadi langganan untuk menghadap bendahara sekolah, setelah sebelumnya dalam upacara bendera atau senam pagi daftar nama-nama murid penunggak spp (yang besarnya Rp. 6.000) diumumkan melalui pengeras suara, termasuk aku. Dan aku selalu telah siap dengan sebuah surat tulisanku sendiri dengan tanda tangan orang tua yang aku palsukan, menyatakan kesanggupan untuk membayar spp dalam waktu tertentu. Kami membayar spp biasanya menunggu ayah pulang, atau kiriman dari beliau jika beliau tidak pulang bulan tersebut. Alhamdulillah setidaknya ini bisa menetralisir record buruk aku sebagai langganan penunggak spp.

Kakak kedua selepas SMA memilih tidak melanjutkan kuliah, kemudian mencoba merantau ke Bandung. Ada saudara kami dari bude yang banyak menetap di Bandung. Kakakku sementara menumpang di sana. Keadaan kami belum banyak berubah. Ketika aku masuk SMA, bisa dibilang kondisi ekonomi kami makin berat. Status sebagai penunggak spp tetap aku pertahankan. Padahal waktu SMA aku telah mengajukan pembebasan spp sehingga hanya membayar biaya operasional yang besarnya Rp. 9.000 waktu itu. Ternyata itupun aku harus selalu menunggak. Demikian pula kakak dan kedua adikku.

Ketika aku naik ke kelas 2 SMA, kakak ketiga yang lulus SMEA juga memutuskan tidak melanjutkan kuliah. Dia pun kemudian mencoba merantau ke Bekasi, alhamdulillah langsung mendapatkan pekerjaan di sebuah PT. Kakak pertamaku hampir menjelang selesai kuliah. Akhirnya ayah aku mulai tidak merantau lagi. Kembali menjalani hari-hari sebagai petani. Tapi masalah keuangan tetap belum terselesaikan. Tidak jarang jika pagi kami hanya sarapan nasi dengan garam. Aku berangkat sekolah yang jauhnya hampir 20KM dengan mengendarai sepeda warisan kakakku. Sering aku menambal sendiri ban jika kebetulan bocor.

Tragedi ban sepeda pecah....

Ada cerita yang sampai sekarang masih aku ingat. Waktu itu aku pulang sekolah. Ban luar sepeda aku sudah lama pecah di sana-sini. Sehingga ban dalam menonjol di sana-sini juga. Kami tidak punya uang untuk membeli ban baru. Hingga akhirnya pada satu hari saat pulang sekolah, ”Dorrr...”, ban sepedaku meletus. Aku menuntunnya mencari penambal ban terdekat. “Dek, ini bannya harus dipotong dulu terus disambung. Tidak bisa lagi ditambal.” Begitu katanya. ‘Iya, pak. Disambung saja tidak apa-apa.” Kataku pasrah.

Waktu itu ongkos tambal ban Rp. 300. Jika harus menyambung ban, ongkosnya Rp. 500. Dalam sepekan, ibu aku memberi uang jajan hanya sekali yaitu ketika ada pelajaran olah raga. Uang jajanku kisarannya antara Rp. 300- 500. Hari itu ada pelajaran olah raga, dan paginya ibuku memberi Rp. 500,- untuk uang jajan. Ternyata di kantongku hanya tertinggal Rp. 200.

Begitu selesai, aku langsung memberanikan diri mendekati bapak penambal ban. ”Pak, mohon maaf, saya cuma punya uang Rp. 200.” Wajah saya mungkin begitu kelihatan kusut. Sangat memelas barang kali. ”Ya sudah dik, seadanya saja. Tidak apa-apa.” jawabnya. Berkali-kali aku ucapkan terima kasih kepada bapak tadi, sambil bergegas melanjutkan perjalanan pulang.

(masih panjang sambungannya... ditunggu saja)

Sebuah Jejak Awal

Uhhh... berat juga mengawali untuk menulis kembali di awal tahun ini. Tiba-tiba semua menjadi seperti hilang dari kepala. Blank! Walau sejatinya banyak hal yang ingin aku tuangkan, namun tetap saja berat jari-jari ini untuk segera beranjak ke huruf-huruf di keyboard komputerku.

Biarlah ini menjadi jejak awalku. Tidak mengapa. Meski tidak ada cerita apapun. Setidaknya ini untuk mengingatkanku kembali untuk menulis.

Tetap semangat kawan !