Jumat, 07 Mei 2010

Pelajaran dari Seorang Hathib

Suasana di Madinah mendadak mencekam. Kesiagaan terlihat di beberapa sahabat senior. Penjagaan di perbatasan mulai lebih diperketat. Hari itu, syura yang dibimbing oleh wahyu telah memutuskan untuk penaklukan kota Mekkah, segera. Persiapan demi persiapan terus dilakukan. Ini operasi militer terbesar yang akan dilakukan Rasulullah dan para sahabat. Tujuannya satu, membuka kota Mekah al Mukaromah.

Di sebuah sudut kota madinah, seseorang terlihat begitu gundah. Ia adalah Hathib bin Abu Baltha’ah, seorang sahabat senior yang juga ahli badar. Pikirannya terus tertuju kepada sanak saudaranya yang berada di Mekkah. Kekawatiran akan keselamatan mereka membuatnya tidak bisa memejamkan mata barang sejenak. Hatinya bergejolak. Tapi dia juga sadar, operasi militer ini adalah atas perintah Allah melalui nabinya.

Dalam kebuntuannya, dia nekad meminta bantuan seorang wanita bernama Sarrah untuk mengabarkan kepada sanak saudaranya melalui suratnya, tentang rencana Rasulullah memasuki kota Mekkah dengan pasukan yang berjumlah sangat besar. Agar mereka segera bisa menyingkir dari kota Mekkah demi keselamatan mereka, seandainya nanti terjadi pertumpahan darah yang hebat. Maka bergegaslah wanita ini menuju kota Mekkah.

Semua seakan berjalan seperti apa adanya. Kesibukan terjadi di sana sini. Hingga Rasulullah mendapatkan wahyu, agar mengirimkan utusan untuk menghadang dan menangkap seorang wanita dengan ciri-ciri yang spesifik yang akan lewat di sebuah pohon di sebuah lembah bernama Khah. Serta diperintahkanlah untuk merebut surat rahasia yang dia bawa. Maka diutuslah Ali bin Abu Thalib, Zubbair al Awwam dan Abu Murtsid ke lembah itu.

Benarlah semua informasi wahyu yang disampaikan Rasulullah. Tak berapa lama mereka tiba di lembah itu, lewatlah seorang wanita dengan ciri-ciri persis yang digambarkan Rasulullah, persis di bawah pohon tempat mereka menunggu. Setelah melalui proses interogasi, maka didapatlah surat rahasia itu dan sekaligus nama pengirimnya, yaitu Hathib bin Abu Baltha’ah. Bergegas Ali, Zubbair dan Abu Murtsid kembali ke Madinah menemui Rasulullah.

Mendengar laporan itu, Rasulullah segera meminta agar Hathib bin Abu Baltha’ah untuk dihadapkan kepada Beliau. Setibanya Hathib, Rasulullah dengan lembut menanyakan perihal surat rahasia itu. Hathib terperanjat sejenak. Dia tidak pernah mengira apa yang dia lakukan akan diketahui oleh Rasulullah. Maka Hathib memberikan alasan yang bisa diterima Rasulullah. “Wahai Rasulullah, aku hanya ingin memanfaatkan bantuan Quraisy yang dengannya Allah melindungi keluargaku dan harta bendaku.”

Mendengar pengakuan itu, Umar marah. “Wahai Rasulullah, biar aku penggal lehernya.”

Rasulullah hanya tersenyum, “Tidak umar, tidak engkau tahu bahwa Allah telah mengampuni dosa-dosa ahlul badar?”

Ini adalah kisah yang terekam dalam asbabun nuzul awal Surat Al Mumtahanah. Ini adalah cerita perpaduan antara kekuatan langit dan ikhtiar manusia. Ada banyak hikmah dan pelajaran yang bisa kita ambil dari kisah di atas. Mari sejenak kita menepi di sini, semoga yang sedikit ini bisa membawa manfaat bagi dakwah ini :

Pelajaran tentang Amniyah

Bahwa tentu ada keputusan-keputusan besar dan strategis dari qiyadah yang masuk dalam kategori amniyah. Tidak boleh sembarang orang mengkonsumsinya. Sebagai bagian dari kalangan yang mendapat informasi itu, tentu sikap yang harus dilakukan adalah tetap menjaga keamniyahan ini. Karena kebocoran atas informasi amniyah itu, akan membawa dampak yang besar dalam proses keberhasilannya.

Lalu bagaimana kalo kita berada pada pihak yang tidak atau belum layak mendapat informasi tersebut? Maka sikap yang perlu kita bangun adalah ketsiqohan. Tapi tsiqah bukankah perlu ilmu? Ya. Tentu selalu ada tanda tanya besar dalam benak kita terkait kebijakan tertentu, maka sikap yang bisa lakukan adalah bertabayun sesuai posisi kita. Penjelasan yang kita dapat dari posisi kita itulah modal kita untuk selalu berada pada posisi tsiqoh.

Pelajaran tentang (perlunya) backup Allah menjadi keberhasilan

Kita bisa melihat kentalnya kekuatan langit berperan dalam menjaga keberhasilan operasi militer Rasulullah ini. Tanpa itu, boleh jadi informasi itu akan bocor sampai ke kota Mekkah dan berantakanllah rencana yang dibangun dengan rapi itu. Apa pun, backup langsung dari Allah sangat kita perlukan. Karenanya menjadi keniscayaan bagi kita untuk selalu menjaga hubungan vertikal kita dengan kekuatan langit, agar aktifitas-aktifitas dakwah kita memberikan daya dobrak yang lebih kuat.

Pelajaran tentang ketaatan kepada qiyadah dan hasil syura

Arti auliya bukan sekedar penolong, dalam bahasa arab ini bisa mengandung arti pemimpin, pemuka, sahabat karib dan orang yang melindungi. Fithrah manusia mencintai kaum kerabatnya..Sayyid Qutb mengatakan inilah sumber kesalahan yang dilakukan oleh seorang Hathib. Meski dia seorang Ahli Badar sekalipun yang kita tahu seperti apa tingkat keimanannya. Dan kesalahan itu bukan bermaksud untuk pembangkangan, tapi karena atas dasar fithrah mahabbah insani. “Aku hanya ingin mendapatkan bantuan Quraisy yang dengannya Allah melindungi keluargaku dan harta bendaku.” Begitu pembelaannya. Kejujuran dan keimanan jelas menghunjam dalam hatinya dari pengakuannya ini.

Tindakannya hampir-hampir saja memporak-porandakan rencana besar itu. Padahal tujuan dia bukan untuk itu. Hanya agar sanak keluarganya tidak menjadi korban. Tapi di sinilah ujian ketaatan itu. Kecintaan kepada Allah, Rasulullah dan jihad di jalan dakwah ini semestinya menempati porsi utama dalam hati kita. Keputusan qiyadah melalui mekanisme syura, itu adalah keputusan tertinggi yang harus menjadi acuan gerak langkah kita dalam dakwah ini selanjutnya.

Pelajaran tentang cara penyelesian terhadap sebuah ‘pembangkangan’

Keindahan dan akhlak Rasulullah tergambar dari bagaimana Rasulullah tidak buru-buru menghukum Hathib walaupun kesalahannya telah begitu jelas. Bahkan beliau memulai dengan bertanya terlebih dulu dengan kasih sayang dan dada yang lapang. Ini harus dicontoh oleh kita sebagai para murobbi, hendaklah kita bertanya terlebih dulu sebelum melakukan konklusi terhadap kesalahan mutarobbbi. Dada yang lapang dan fikiran yang tajam harus selalu kita kedepankan dalam proses ini.

Pelajaran tentang sikap ihtiram terhadap senioritas

Operasi militer Rasulullah ini hanya ada di ring satu. Perintah langsung dari Allah, dan tak boleh ada kebocoran. Maka usaha pembocoran adalah kesalahan besar dan fatal. Boleh jadi kesalahan Hathib ini termasuk pelanggaran kelas berat. Karena akibatnya bisa sangat luar biasa, operasi ini akan gagal !

Tapi Rasulullah bukan pribadi yang tidak bisa menimbang jasa dan pengabdian yang telah diberikan Hathib kepada Islam. Bahkan Allah telah mengampuni dosa para ahli badar, sampai-sampai Rasulullah mengatakan, “I’malu maa syi’tum..” Perbuatlah sesukamu. Karena kalian telah Allah ampuni kalian. Dan tentu para sahabat ahli badar bukan tipe yang dengan jaminan itu kemudian mereka berbuat sesukanya. Tapi justru dengan jaminan itu mereka makin bersyukur dengan semakin memperbanyak amal bagi dakwah islam ini.

Dalam perjalanan dakwah ini, tentu ada orang-orang yang telah lebih dulu bergabung dengan dakwah ini. Mereka bahkan hidup dan beraktifitas di saat-saat dakwah ini belum berkembang dengan pesat seperti sekarang ini. Bahkan di saat-saat tekanan dan keterbatasan terjadi di sana-sini. Mereka juga manusia, bukan malaikat. Mereka pasti sesekali tergelincir dalam sebuah kesalahan. Tapi itu tidak seharusnya hal ini kemudian menjadikan ihtiram kita kepada mereka menjadi hilang.

Sikap hormat harus selalu kita kedepankan, tanpa kemudian menafikan proses hukum atas kesalahan-kesalahan mereka. Bisa jadi kesalahan itu berupa kesalahan yang sifatnya organisatoris. Biarkan prosesnya dijalankan oleh lembaga yang berwenang mengadilinya. Dan boleh jadi kesalahan itu berupa kesalahan seorang hamba kepada Rabbnya, menurut kita. Maka biarlah Allah yang mengadili. Tidak ada hisab yang sifatnya kolektif di akherat sana. Semua akan dimintai pertanggungjawaban secara personal. Dan tak akan ada yang terlewat. Tugas kita hanyalah beramal dan teruslah beramal untuk dakwah ini. Sampai Allah berkenan memanggil kita suatu saat nanti.

Allahu a’lam bish-shawab.

(Gedung utama KPDJP, hari terakhir di lantai 26. 07/05/2010. 11.01)