Jumat, 29 Juli 2011

Prasangka baik thd ketentuan Allah

Prasangka baik thd ketentuan Allah

Sebelum kita bicara jauh tentang makna prasangka baik kepada ketentuan Allah, maka mari kita simak dulu kisah rekaan berikut. Alkisah, ada seorang raja di sebuah negeri antah berantah yang memerintah sebuah kerajaan yang besar. Sang Raja mempunyai kebiasaan berburu ke hutan, bahkan hingga sampai jauh ke dalam hutan. Dalam setiap berburu, Raja selalu ditemani oleh seorang penasehat yang bijak. Seringkali mereka berdua saja ketika melakukan perburuan ke hutan tanpa pengawalan. Selebihnya selalu dikawal oleh pasukan kerajaan.

Suatu saat ketika melakukan perburuan ke hutan, Jari kelingking Sang Raja digigit oleh serangga yang beracun, mengalami pembengkakan dan membusuk sehingga diputuskan harus segera diamputasi. Penasehat Raja dengan hati-hati menyampaikan perihal tersebut. Mendengar hal tersebut Sang Raja sangat marah, sungguh ia tidak mau jari kelingkingnya diamputasi. “Ini aib!” kata Sang Raja. Penasehat raja berusaha menasehati Sang Raja dengan baik, “Paduka Raja, jari kelingking paduka harus segera diamputasi. Kalo tidak ia akan menjalar dan membahayakan jiwa paduka. Barang kali nanti akan ada hikmah dan pelajaran besar dari peristiwa ini, paduka. Mohon maaf paduka raja.”

Mendengar argumentasi tersebut Sang Raja justru makin marah, maka dipecatlah sang penasehat tersebut. Meskipun akhirnya Sang Raja tetap harus merelakan jari kelingkingnya diamputasi, tapi terhadap penjelasan penasehatnya ia tetap tidak bisa menerima sedikitpun. Maka Sang Raja kemudian mengangkat penasehat baru. Waktu terus berlalu, Sang Raja tetap menekuni hobi berburunya, ditemani penasehat barunya. Tetap seperti biasanya, terkadang dia hanya berdua saja dengan penasehatnya, terkadang dengan pengawalan pasukan kerajaan.

Suatu saat ketika sedang berburu dan hanya ditemani penasehatnya saja, saking asiknya mengejar hewan buruan, Sang Raja terpisah dari penasehatnya dan tersesat hingga masuk ke dalam hutan. Sang Raja tidak menyadari bahwa ia telah masuk ke wilayah sebuah suku yang primitif. Suku yang belum pernah tersentuh oleh kerajaan selama ini. Tanpa ia sadari, puluhan mata terus mengawasi dan mengikuti mereka. Hingga pada akhirnya Sang Raja jatuh dan terperangkap dalam sebuah jebakan yang telah disiapkan oleh suku tersebut. Maka tertawanlah Sang Raja.

Sudah menjadi kebiasaan di suku itu, bila ada orang asing yang tertawan maka diadakanlah sidang rakyat. Ketua suku meminta pendapat para warganya terkait tindakan hendak diapakan tawanan itu. Maka diputuskanlah bahwa tawanan itu akan dijadikan korban untuk sesembahan kepada para arwah leluhur mereka. Maka segera dipersiapkanlah proses upacara persembahan itu. Semua warga laki-laki dan perempuan, dewasa maupun anak-anak semua telah berkumpul di seputar tempat persembahan.

Maka Sang Raja segera dia dihadapkan di depan tempat persembahan. Ada ritual khusus sebelum acara persembahan, yaitu sang kepala suku akan melakukan pemeriksaan secara detil terhadap tubuh calon korban. Karena calon korban harus benar-benar sempurna fisiknya. Tidak boleh ada cacat. Demikain pula dengan Sang Raja, maka kepala suku mulai memeriksa satu persatu anggota tubuh Sang Raja. Sang Raja terlihat sudah pasrah dan putus asa. “Tamatlah riwayatku.” Pikirnya. Tiba-tiba dahi sang kepala suku mengernyit, “Wahai rakyatku, aku temukan ternyata orang ini jari kelingkingnya telah putus. Ia cacat, maka ia tidak layak untuk dijadikan korban. Lepaskan saja orang ini.”

Kaget sekaligus gembira, sang raja tidak mampu berkata apa-apa. Singkat cerita, Sang Raja kemudian dilepaskan kembali setelah diantarkan cukup jauh dari area suku agar dia tidak bisa mencari kembali keberadaan suku itu. Sang Raja tak henti-hentinya bersyukur dengan selamatnya dia. Dalam perjalanan itu, tiba-tiba Sang Raja teringat kembali dengan pesan dari penasehat lamanya, “Barang kali nanti akan ada hikmah dan pelajaran besar dari peristiwa ini, paduka.” Sesampai di kerajaan, rakyat bergembira dengan telah kembalinya raja mereka yang hilang hingga sebulan itu. Maka diadakanlah pesta rakyat. Dalam pesta rakyat itu, Sang Raja memutuskan untuk memanggil kembali penasehat lamanya.

Ini mungkin hanya cerita rekaan, tapi semangat dan pelajaran yang bisa kita ambil dari kisah di atas adalah :

1. Pentingnya kita untuk selalu berprasangka baik dengan ketentuan-ketentuan Allah. Firman Allah dalam sebuah ayat dalam Al Qur’an : “Boleh jadi engkau membenci sesuatu padahal itu baik bagimu. Dan boleh jadi engkau menyukai sesuatu, padahal itu tidak baik bagimu. Sesungguhnya Allah Maha Mengetahui, sedangkan engkau tidak mengetahui apa-apa.” (QS Al Baqarah : 216). Kita hanya perlu bersabar sejenak, terus berdoa dan bertawakal, maka Allah akan berikan perlajaran besar terhadap ketentuan yg telah terjadi itu.

Boleh jadi kita beranggapan bahwa sesuatu itu tidak baik untuk kita, padahal kalo kita coba renungkan sejenak, boleh jadi itu justru yang terbaik menurut Allah. Dan sebaliknya sesuatu yang sangat kita inginkan dan kita anggap terbaik bagi kita, ternyata itu justru buruk di mata Allah. Maka kita harus selalu meminta petunjuk kepada Allah Yang Maha Tahu.

2. Bersama kesulitan selalu ada kemudahan-kemudahan. Firman Allah : “Fa inna ma’al ‘usri yusro. Inna ma’al ‘usri yusro.” Artinya maka sungguh bersamaan dengan kesulitan itu akan ada kemudahan-kemudahan. Sungguh bersamaan dengan kesulitan itu ada kemudahan-kemudahan. Dalam ayat ini Allah menyebutkan kata ma’a yang artinya bersama. Al ‘usri artinya kesulitan Allah sebut dalam makna tunggal sedang yusron yang artinya kemudahan-kemudahan Allah sebutkan dalam makna jamak.

Itu berarti dalam sebuah kesulitan, Allah persiapkan banyak kemudahan-kemudahan yang bisa kita gali dan temukan.

3. Dengan selalu berprasangka baik kepada Allah, maka hati menjadi tenang dan senantiasa ridho dengan ketentuan Allah.


Finished @ Lantai 19 Gedung Utama. 29/07/2011. 14.36 WIB