Selasa, 08 November 2011

Menjaga Tradisi Kepahlawanan

Menjaga Tradisi Kepahlawanan


"Ya Tuhanku, berikanlah kepadaku hikmah dan masukkanlah aku ke dalam golongan orang-orang yang saleh.
dan Jadikanlah aku buah tutur yang baik bagi orang-orang (yang datang) kemudian,
(Asy-Syuara : 83-84)


Keputusan telah dijatuhkan. Ibrahim harus dihukum dengan membakarnya hidup-hidup dalam api yang besar, sebesar dosa yang telah dilakukannya. Maka persiapan upacara pembakaran yang akan disaksikan oleh seluruh rakyat terus dilakukan. Tanah lapang tempat pembakaran disediakan, kayu bakar dengan jumlah yang demikian banyaknya terus dikumpulkan. Tiap penduduk secara gotong-royong harus mengambil bagian membawa kayu bakar sebanyak yang ia dapat, sebagai tanda bakti kepada tuhan-tuhan persembahan mereka yang telah dihancurkan oleh Ibrahim.

Setelah terkumpul kayu bakar di lapangan yang disediakan untuk upacara pembakaran dan tertumpuk serta tersusun laksana sebuah bukit, berduyun-duyunlah orang datang untuk menyaksikan pelaksanaan hukuman atas diri Ibrahim. Kayu lalu dibakar dan terbentuklah lautan api yang dahsyat. Kemudian dalam keadaan terbelenggu, Ibrahim didatangkan dan dilemparkanlah ia ke dalam tumpukan kayu yang menyala-nyala itu. Maka datanglah kebesaran dan kuasa Allah. "Hai api menjadi dinginlah, dan menjadi keselamatanlah bagi Ibrahim." (QS. 21:69)

Kisah di atas hanyalah satu episode dari perjalanan panjang kehidupan Nabi Ibrahim yang mendapatkan sebutan sebagai Bapaknya Para Nabi ini. Kisah Nabi Ibrahim memang selalu sarat dengan pelajaran dan hikmah untuk digali setiap saat. Maka itulah salah satu rahasia mengapa Allah mengabadikannya nyaris secara detil episode-episode kehidupan Nabi Ibrahim di dalam Al Qur’an. Dan doa-doanya pun melegenda, melewati batas generasi dan zaman.

Momentum Sejarah

Muhammad al Fatih, sejak kecil ia telah mempelajari Al-Qur’an dan Al-Hadist Rasulullah SAW. Di antara hadist yang disampaikan secara berulang-ulang kepada beliau pada masa kecilnya adalah hadist yang berisi ramalan Rasulullah tentang penaklukan kota Konstantinopel sebagai berikut: “Konstatinopel akan jatuh ke tangan Islam. Pemimpin yang menaklukannya adalah sebaik-baik pemimpin dan pasukan yang berada dibawah komandonya adalah sebaik-baik pasukan.” (HR. Ahmad)

Di masa shahabat, pasukan muslim sudah sangat dekat dengan kota itu. Bahkan salah seorang shahabat yaitu Abu Ayyub Al-Anshari ra, yang menjadi anggota pasukannya dikuburkan di seberang pantainya. Tetapi tetap saja kota itu belum pernah jatuh ke tangan umat Islam sampai 800 tahun lamanya sejak era kenabian.

Abu Ayyub Al-Anshari berkata, "Aku mendengar baginda Rasulullah SAW bersabda bahwa ada seorang lelaki shalih akan dikuburkan di bawah tembok tersebut, Dan aku juga ingin mendengar derap tapak kaki kuda yang membawa sebaik-baik raja, yang mana dia akan memimpin sebaik-baik tentara seperti yang telah diisyaratkan oleh baginda".

Konstantinopel adalah sebuah kota yang sangat kuat dan hanya sosok yang kuat pula yang dapat menaklukkannya. Sepanjang sejarah, kota itu menjadi kota pusat peradaban barat dan tidak pernah ada satu pun lawan yang mampu menembus benteng pertahanannya. Benteng Bosporus terlalu tinggi temboknya, terlalu tebal dindingnya. Bahkan benteng itu dikelilingi oleh laut yang membuat musuh yang ingin menerobos selalu gagal.

Namun akhirnya benteng itu terbuka juga dan kota Konstantinopel menyerah. Pahlawan muslim yang ditakdirkan menjadi orang yang telah dikabarkan Rasulullah SAW itu adalah Sultan Muhammad Al-Fatih. Al-Fatih adalah gelar untuk beliau yang maknanya Sang Penakluk. Karena beliau adalah orang yang berhasil membebaskan jantung Eropa itu ke tangan Islam.

Memaksimalkan Peran

Nabiyullah Ibrahim dengan peran kenabiannya yang telah Allah abadikan dalam Al Qur’an, membuat sejarah mencatatnya sebagai peletak kembali pondasi ketauhidan. Muhammad al Fatih yang dengan peran kesultanannya berhasil menaklukkan kota Konstantinopel, telah mencatatkan namanya dalam jajaran para pahlawan Islam yang mengharumkan peradaban bumi ini.

Maka sesungguhnya, tabiat Islam adalah senantiasa mendorong, menumbuhkan dan memunculkan jiwa-jiwa pahlawan pada setiap insan yang secara kaffah mengamalkannya. Yang dituntut hanyalah totalitas kita dalam menjalankan peran-peran yang kita emban. Allah SWT berfirman :

Dan Katakanlah: "Bekerjalah kamu, Maka Allah dan Rasul-Nya serta orang-orang mukmin akan melihat pekerjaanmu itu, dan kamu akan dikembalikan kepada (Allah) yang mengetahui akan yang ghaib dan yang nyata, lalu diberitakan-Nya kepada kamu apa yang telah kamu kerjakan.” (QS At-Taubah : 105)

Dan dalam ayat yang lain Allah berfirman :

Katakanlah: "Hai kaumku, Bekerjalah sesuai dengan keadaanmu, Sesungguhnya aku akan bekerja (pula), Maka kelak kamu akan mengetahui.” (QS Az-Zumar : 39)

Mengukir Prestasi, Mencatat Prasasti

Apa pun peran kita, yang ada adalah tuntutan totalitas. Pengerahan segala potensi, keterampilan, keahlian bahkan tabiat atau karakter yang kita punyai untuk mendukung peran-peran yang kita emban, InsyaAllah akan menghasilkan prestasi yang terbaik dalam kehidupan kita. Maka sebagaimana doa Nabi Ibrahim di atas, prestasi itu akan terprasastikan dan menjadi buah tutur yang baik bagi generasi berikutnya.

Katakanlah: "Tiap-tiap orang berbuat menurut keadaannya masing-masing". Maka Tuhanmu lebih mengetahui siapa yang lebih benar jalanNya.” (QS Al isra’ : 84)

Maka dengan begitu, negeri ini akan kembali subur melahirkan jiwa-jiwa pahlawan seperti ketika dulu negeri ini melahirkan sosok-sosok besar seperti Imam Bonjol, Teuku Umar dan Pangeran Diponegoro yang menurut laporan sejarah dari orang Belanda sendiri, akibat perlawanan yang bersamaan yang mereka lakukan, 8000 serdadu Belanda tewas dan kehilangan 20 juta gulden habis oleh gerakan yang dipimpin oleh para ulama tersebut lewat satu komando.

Wallahu a’lam bish-shawab.
@Lt 19 Ged Utama, 16.15 WIB. bahan utk buletin