Senin, 30 Januari 2017

Sejarah Ada Karena Tulisan


Siapa tidak kenal Ibnu Batutah, ia sampai di pesisir Pasai setelah menempuh perjalanan laut selama 25 hari dari India. “Pulau itu hijau dan subur.” tulisnya, sebagaimana dikutip dalam buku The Indonesia Reader, History, Culture, Politics.  Ibnu Batutah, pria asal Maroko,  adalah penjelajah dunia yang pernah singgah ke Nusantara. Ia singgah di Pasai pada abad ke-14 dan membuat catatan kehidupan negeri tersebut. Dari catatan-catatannya itulah ia makin dikenal.

Siapa tidak kenal Imam Syafi’i, “Ia ibarat matahari bagi bumi, dan kesehatan bagi badan. Maka adakah yang bisa menggantikan keduanya?” Begitulah Imam Ahmad bin Hambal menggambarkan gurunya  itu Imam Asy-Syaf’i, yang memiliki keluasan ilmu, kecerdasan dan kekuatan hafalan yang luar biasa. Ia memang telah dididik sejak kecil oleh ibundanya untuk mencintai ilmu. Namun melaui kitab-kitabnya yang ia tuliskan, telah ia wariskan ilmu yang berguna sepanjang masa.

You can never cross the ocean until you have the courage to lose sight of the shore. Engkau tidak akan bisa menyeberangi samudera kecuali engkau punya keberanian kehilangan kontak pandang dengan garis pantai. Mungkin ucapan ini terlalu klise. Puistis? Tidak juga. Tapi setidaknya kita mengenal kalimat ini, konon, berasal dari ucapan seorang bernama Columbus yang diakui dunia sebagai penemu benua Amerika. Tentu ia tidak main-main dengan ucapannya tersebut.

Kapalnya melepas sauh dari Spanyol tanggal 3 Agustus 1492. Melabuh pertama di Kepulauan Canary di lepas pantai Afrika. Membongkar sauh di Kepulauan Canary tanggal 6 September dan berlayar melaju ke arah barat. Sebuah pelayaran yang bukan main panjang, sehingga tidak aneh jika para awak kapal merasa ngeri dan ingin balik saja. Colombus? Tidak! Perjalanan mesti diteruskan. Dan tanggal 2 Oktober 1492 bagaikan seutas sutera hijau, daratan tampak di ujung haluan. Ia temukan benua itu.

Sejarah ada karena adanya tulisan, dan proses pewarisan ilmu dari generasi ke generasi pun terjadi dengan media tulisan, maka menulislah!  Mungkin kita tidak perlu menunduk malu karena tulisan kita tidak sebagus Andrea Hirata dengan Laskar Pelanginya, tidak sehebat Habibburahman El Shirazy dengan Ayat-Ayat Cintanya. Tetaplah tetaplah berusaha menulis, karena kita memiliki peluang serta kesempatan yang sama untuk menulis sesuai kehendak dan misi kita.

Masker. Sleman, 30Januari2017

Tidak ada komentar:

Posting Komentar