Selasa, 31 Agustus 2010

Kekuatan Doa (1)

Dua orang laki-laki bersaudara . Mereka sudah yatim piatu sejak remaja. Mereka hidup rukun , dan sama-sama tekun belajar agama. Mereka berusaha mengamalkan ilmunya dalam kehidupan sehari-hari semaksimal mungkin. Sang kakak berdagang, sedangkan sang adik mewarisi tanah ladang orang tuanya dengan bertani.

Untuk datang ke tempat sang guru, mereka acap kali harus berjalan kaki yang jaraknya cukup jauh dari rumah peninggalan orangtua mereka. Melewati daratan yang luas dan menyusuri hutan belukar.

Suatu ketika sang kakak berdo’a memohon rejeki yang berlimpah agar bisa membeli seekor kuda sehingga dapat dipergunakan untuk sarana angkutan dia dan adiknya, bila pergi mengaji. Allah mengabulkannya, usaha dagangnya maju pesat sehingga keuntungannya berlipat-lipat. Maka dia pun bisa membeli seekor kuda.

Lalu sang kakak berdo’a memohon seorang istri yang sempurna, Allah mengabulkannya, tak lama kemudian sang kakak bersanding dengan seorang gadis yang cantik serta baik akhlaknya.

Kemudian berturut-turut sang kakak berdo’a memohon kepada Allah akan sebuah rumah yang nyaman, perdagangan yang makin untung, dan lain-lain. Dengan itikad supaya bisa lebih ringan dalam mendekatkan diri kepada Allah. Dan Allah selalu mengabulkan semua do’anya itu.

Sementara itu, sang adik tidak ada perubahan sama sekali, hidupnya tetap sederhana, terus bertani, dan tetap tinggal di rumah peninggalan orang tuanya yang dulu dia tempati bersama dengan kakaknya. Namun karena kakaknya sangat sibuk dengan pekerjaannya sehingga tidak dapat mengikuti pengajian, maka sang adik sering kali harus berjalan kaki untuk mengaji ke rumah guru mereka.

Suatu saat sang kakak merenungkan dan membandingkan perjalanan hidupnya dengan perjalanan hidup adiknya. Dia teringat bahwa adiknya daya hafalnya tidak sebagus dirinya, sehingga selalu membaca selembar kertas saat dia berdo’a, menandakan adiknya tidak pernah hafal bacaan untuk berdo’a.

Lalu datanglah ia kepada adiknya untuk menasihati adiknya supaya selalu berdo’a kepada Allah dan berupaya untuk membersihkan hatinya, ” Dik, sesungguh ketidakmampuan kita menghapal quran, hadits dan bacaan doa. bisa jadi karena hati kita kurang bersih.. “

Sang adik mengangguk, hatinya terenyuh dan merasa sangat bersyukur sekali mempunyai kakak yang begitu menyayanginya, dan dia mengucapkan terima kasih kepada kakaknya atas nasihat itu.

Suatu saat sang adik meninggal dunia, sang kakak merasa sedih karena sampai meninggalnya adiknya itu tidak ada perubahan pada nasibnya sehingga dia merasa yakin kalau adiknya itu meninggal dalam keadaan kotor hatinya sehubungan do’anya tak pernah terkabul.

Sang kakak membereskan rumah peninggalan orang tuanya sesuai dengan amanah adiknya untuk dijadikan sebuah mesjid. Tiba-tiba matanya tertuju pada selembar kertas yang terlipat dalam sajadah yang biasa dipakai oleh adiknya yang berisi tulisan do’a, diantaranya Al-fatehah, Shalawat, do’a untuk guru mereka, do’a selamat dan ada kalimah di akhir do’anya:

“Ya, Allah. tiada sesuatupun yang luput dari pengetahuan-Mu. Ampunilah aku dan kakakku, kabulkanlah segala do’a kakakku. Jadikan kakakku selalu dalam lindungan dan cinta-Mu. Bersihkanlah hatiku dan berikanlah kemuliaan hidup untuk kakakku didunia dan akhirat.”

Sang kakak berlinang air mata dan haru biru memenuhi dadanya. Dia telah salah menilai adiknya. Tak dinyana ternyata adiknya tak pernah sekalipun berdo’a untuk memenuhi nafsu duniawinya. Bahkan adiknya tersebut selama bertahun-tahun dengan ikhlas terus berdoa untuk kebaikan dan kebahagiaan dirinya, dan itu baru dia ketahui sekarang. Hatinya bagai tersayat-sayat oleh sembilu.

ikhwati fiillah, kekayaan, kemiskinan, kebaikan, keburukan dan setiap musibah yang menimpa manusia merupakan ujian dari Allah swt. yang diberikan kepada hamba-Nya. Itu bukan ukuran kemuliaan atau kehinaan seseorang. Janganlah bangga karena kekayaan dan janganlah putus asa karena kemiskinan. Dan selalu yakinlah oleh kekuatan doa. Bahwa doa-doa yang dilakukan di sudut-sudut sepi itu, bisa jadi itulah yang menjadi jalan bagi turunnya kemudahan-kemudahan hidup kita selama ini.

Inilah juga barangkali yang mengilhami Imam Hasan Al Bana dalam merangkai doa rabithah yang terkenal itu. Beliau menyarankan agar kita membayangkan satu per satu wajah saudara-saudara kita, dengan penuh keikhlasan dan kasih sayang. Agar kekuatan doa yang kita panjatkan semakin dahsyat, sehingga mampu menggetarkan singgasana Allah. Maka doa mana lagi yang tidak akan Allah kabulkan?

Alhamdulillah Allah memberi kita kesempatan berjumpa dengan bulan yang penuh berkah ini. Mari kita perbanyak doa-doa di hari-hari yang mustajab ini. Melalui doa itulah salah satu interaksi langsung kita dengan Allah. Bahkan Allah sendiri yang menantang kita untuk meminta kepada-Nya, "ud'uni astajib lakum" berdoalah kepada-Ku niscaya akan Aku kabulkan. Jangan sia-siakan kesempatan berharga ini.

Allahu a’lam bish-shawab.

Selasa, 03 Agustus 2010

Lagi Males Nulis

Entah, sudah beberapa bulan ini kok rasanya malas sekali untuk menulis. Pekan lalu sudah muncul keinginan itu, sayang di saat yang tidak tepat. Menjelang pulang kantor tiba-tiba jari-jari ini ingin mengalirkan tulisan yang selama ini mentok di dalam kepala. Baru satu halaman, terpaksa diputus karena sudah waktunya pulang kantor. Laptop dengan semangat aku masukkan tas untuk aku bawa pulang kost dengan maksud nanti melanjutkan tulisan tersebut di kost. Ternyata sampai kost semuanya buyar, rencana menulis tinggal rencana. Alhasil, sampai hampir sepekan hari ini, tulisan itu tetap berhenti di halaman pertama.

Tadi malam sambil ngutak-atik rubik di kamar (dari pada pikiran idle, dimanfaatkan untuk berimaginasi dengan mainan rubik), kembali terpikir, alangkah kurang bermanfaatnya ketika ide-ide tulisan di kepala ini tidak bisa tertuangkan dalam tulisan. Selama ini, aku selalu merasakan kepuasan tertentu ketika bisa membahasakan ide-ide, kenangan-kenangan, pikiran-pikiran sederhana, atau pun sekedar lintasan konyol yang hinggap di kepala ini. Ahh... aku jadi ingat blog ku yang telah lama tak kutengok. Aku jadi ingat kompasiana, sudah lama pula tidak aku update tulisanku di sana.

Pekan lalu juga, aku membaca tulisan di website kepegawaian kantorku. Membaca paragraf awal, aku langsung ingat gaya tulisan itu. Aku langsung mencoba menerka siapa penulisnya. Segera kursor aku arahkan ke bagian akhirn tulisan itu. Dan benar. Penulisnya adalah kepala seksiku dulu. Aku ingat waktu awal-awal menulis dulu selalu di forwardnya tulisannya ke aku. "Layak di konsumsi publik gak, ker?" tanyanya. "Bagus pak, sangat layak. Kita akan belajar menulis dengan sering menulis kok. Pede aja intinya." kira-kira jawabanku begitu. Dan benar, tulisannya sekarang semakin baik. "Lihat tulisan terbaruku di web kepegawaian." tiba-tiba beliau mengirim pesan via gtalk kemaren. "Hehehe.. sudah aku baca pak." kataku.

Bismillah. Meski ini hanya sedikit keluhan atau apalah, setidaknya dengan ini semoga bisa menjadi langkah awal untuk kembali menulis. "Aku kangen dengan tulisan-tulisan mas lho. Ada banyak kejadian yang bisa ditulis tuh." Kata istriku pekan lalu ketika kami diskusi tentang sekolah anak bungsu kami yang cukup unik, yang memasuki jenjang sekolah dasar tahun ini. Biarlah, beberapa paragraf curhatan ini (halah) menjadi saksi bahwa sesungguhnya aku selalu rindu untuk menulis.

Jadi? Mari mencoba untuk menulis lagi.