Kamis, 23 Desember 2010

Taburkan Cinta, Kamu Menuai Cinta (Lanjutan tulisan sebelumnya)

Taburkan Cinta, Kamu Menuai Cinta (Lanjutan tulisan sebelumnya)

Suatu saat Abu Sufyan berkata, “Aku tidak pernah melihat suatu kaum yang mencintai seseorang seperti cinta sahabat kepada Muhammad.” Selalu kita saksikan dalam perjalanan dakwah dan hidup Rasulullah, betapa para sahabat begitu sangat mencintai beliau. Jiwa dan raga mereka, bahkan kedua orang tua mereka pun siap dipertaruhkan demi Rasulullah. Kecintaan para sahabat itu tumbuh dan berkembang, karena terlebih dulu Rasulullah menunjukkan kecintaan yang tulus kepada para sahabatnya, kepada umatnya. Tak pernah lelah. Ya, Rasulullah Saw senantiasa mencurahkan cintanya kepada para sahabat dan umatnya, serta kepada seluruh umat manusia.

Begitu cintanya kepada umatnya, hingga suatu hari ketika Jibril turun pada Rasulullah dan mendapati Beliau sedang menangis, Jibril bertanya, “Apa yang kamu tangisi?” Rasulullah menjawab, “Umatku wahai Jibril.” Maka Jibril memberinya kabar gembira dari Allah Tuhan yang Maha Pengasih lagi Maha penyayang, “Kami meridhaimu, terhadap umatmu dan kami tidak menyedihkanmu.” (HR. Muslim). Cinta Rasululullah Saw. pada umatnya amat besar. Sampai-sampai menempatkannya dalam posisi yang lebih dekat kepada mereka dari pada diri mereka sendiri. Kasih sayang beliau telah terpatri dalam hati mereka. Sehingga anggota badan mereka terbius oleh cintanya dan lidah mereka berucap karena kekuatan cinta beliau.

Inilah dakwah. Inilah tabiat cinta. Alangkah indahnya perkataan yang penuh hikmah berikut, “Tidak ada yang menguatkan cinta kecuali cinta. Setiap kali engkau mencintai seseorang dan memberikannya dengan sepenuh hati, berarti engkau telah menambah darah baru dalam hatinya.” Maka, dakwah itu cinta. Selalu sediakan dan kembangkan energi cinta dalam dirimu. Dakwah itu mentransformasikan semua potensi dan energi cinta itu ke dalam aktifitas-aktifitas perbaikan, dan memformulasikannya dalam bentuk kebaikan-kebaikan.

Pada perjalanan dinas selama sepekan di Surabaya bulan lalu, aku bertemu dengan orang-orang yang penuh cinta. Bahkan sebagian besar dari mereka belum pernah bertemu muka denganku sama sekali. Ya, dakwahlah yang telah mempertemukan kami. Kepada mereka, meski hanya sesaat, aku sempatkan untuk mengunjungi ruangan-ruangan mereka. Dengan diantar oleh seorang ikhwah, yang bahkan harus datang dari kantor lain untuk menyempatkan diri bertemu muka, kami berjaulah dari ruang ke ruang. Aku temukan wajah-wajah cerah itu, wajah-wajah yang penuh optimisme. Ah, dakwah itu memang indah. Hampir di setiap tempat aku mempunyai pengalaman seperti ini.

Kawan, aku yakin kita semua sering mendapatkan pengalaman yang sejenis, dan itu adalah berkah dari dakwah ini. Aku yakin ada cerita-cerita yang jauh lebih heroik dan sangat berkesan di dasar hati kita semua. Sahabat-sahabatku yang pernah atau sedang merasakan penempatan di luar jawa, pasti mempunyai cerita-cerita dakwah yang sulit untuk dilupakan. Ya. Selalu ada warna dalam perjalanan dan pengalaman dakwah kita. Dan karena ini pulalah salah satunya yang membuatku semakin jatuh hati dengan dakwah ini. Bagiku, berpisah dengan dakwah ini laksana pohon yang tak lagi berbuah : hampa. Semoga kita semua selalu di-istiqomah-kan di atas jalan ini. Amin.

Seperti Pohon yang tak lagi Berbuah : Hampa

Dakwah itu cinta. Kalimat pendek dari judul tulisan ustadz yang digelari syaikut tarbiyah ini, sungguh teramat mengesankanku. Suatu saat dalam perenunganku, pernah terbesik dalam keinginanku untuk membuat buku dengan judul singkat itu : Dakwah itu cinta. Ada banyak ekspresi cinta bisa dihubungkan dengan perjalanan bersama dakwah ini. Semua berkelibat penuh dalam kepala ini, tapi sampai sekarang tak pernah tuntas untuk dituangkan ke dalam tulisan. Semua seakan cukup menjadi hiasan indah dalam kepala ini. Tak mengapa.

Dakwah itu cinta. Melalui dakwah inilah aku dikenalkan kepada cinta yang sesungguhnya. Selalu ada banyak warna dalam perjalanan cinta seseorang. Dulu, murabbi pertamaku telah menuntunku dengan penuh cinta, di saat bahkan aku membaca Al Qur’an saja masih sangat terbata-bata. Darinya aku mulai merasa mesra dan dekat dengan Al Qur’an. Mengejanya dan mentadaburinya ayat demi ayat, meski tertatih-tatih, sungguh itu sangat menentramkanku. Aku masih ingat jika giliran tilawah sampai di depanku, aku akan selalu merasa panas dingin. Tapi dia tak pernah mencela bacaanku.

Dakwah ini juga telah menuntun dan mengarahkan orientasi cintaku. Dengan penuh kerelaan. Bukan perkara mudah, ketika kita harus berani memutus sesuatu yang telah lama terjalin di hati kita, kemudian mengarahkan kepada sesuatu yang lebih bersih dan diridhoi. Maka jangan heran ketika kemudian muncul nasyid dengan judul “Langgam kenangan muda” nya Suara Persaudaraan. Secara kebetuan nasyid itu muncul pada masa-masa pengenalan orientasi cintaku. Sampai kini bahkan nasyid itu masih membekas dalam ingatanku. Ah, cinta itu kadang memang aneh bagiku.

Dakwah ini telah mempertemukanku dengan orang-orang yang lembut dan penuh cinta. Tak pernah ada batasan usia di antara kita untuk saling mengekspresikan cinta. Tak pernah ada dinding status yang membentengi di antara kita untuk saling mengungkapkan rindu. Kelembutan dan cinta itu seakan lekat. Senyum dan sapa mereka selalu khas. Dari sinilah pula aku berlatih tentang ukhuwah dan makna berlapang dada. Semua itu membuatku makin nyaman dengan dakwah ini. Selalu ada kerinduan yang membuncah, ketika lama tidak berinteraksi dengan aktifitas-aktifitas di dalamnya.

Dakwah itu cinta. Dakwah itu mengajak dengan cinta, bukan dengan kebencian dan caci maki. Selalu ada cinta untuk disemai. Seorang dai, ketika melihat kemungkaran, maka energi cintanya akan menuntun untuknya agar sebisa mungkin mencegah kemungkaran tersebut. Apatah lagi untuk mengajak dan memulai kebaikan, ajakan dengan penuh cinta lah yang akan mudah untuk mendapatkan sambutan. Karena ajakan dengan cinta itu adalah ajakan akan ketulusan. Dan ketulusan itu berawal dari hati. Maka ajakan dengan hati, tentulah akan direspon dengan sambutan dari hati juga.

(bersambung - masih dengan dakwah itu cinta)