Jumat, 21 November 2008

Cinta adalah sebuah gagasan

Pada sebagian tabiatnya yang paling murni, cinta menyerupai air. Air adalah sumber kehidupan. Semua mahlukhidup tercipta dari air. Air mempunyai mata dan selalu bergerak dari hulu ke hilir. Ia mengalir tak henti-henti. Ia bergerak tak selesai-selesai. Setiap sungai dan kali mengalir dan bergerak pada jalur-jalurnya. Tapi mereka semua kemudian bertemu pada satu titik, pada sebuah muara besar. Mata air. Mengalir. Bergerak. Tak henti-henti. Tak lelah. Tak selesai-selesai. Menuju muara. Muara besar. Hampir tak terbatas. Jauh sejauh mata memandang. Jauh seperti memandang. Jauh seperti menyentuh kaki langit. Itu sebabnya bumi kita diisi lebih banyak oleh air. Karena Tuhan ingin menyemai kehidupan disini.

Diantara mata air yang kecil kepada muara yang besar ada aliran. Ada gerak. Ada riak. Ada gelombang. Ada gemuruh. Ada debur. Ada percikan. Ada gelora. Ada gairah. Ada dinamika. Selalu begitu. Senantiasa seperti itu. Tak ada penghentian. Tak ada stagnasi. Tak ada diam. Ia membludak jika ditahan. Ia membuncah jika dibendung. Ia membanjir pada puncak dinamikanya. Tapi ia selalu membersihkan semua kotoran yang dilaluinya. Seperti hujan mengusir mendung yang mengotori biru langit.

Begitulah cinta. Ia adalah sebuah gagasan yang murni tentang kehidupan yang lapang. Mata airnya adalah niat baik dari hati murni. Muara adalah kehidupan yang lebih baik. Alirannya adalah gerakan amal dan kerja memberi yang tak henti- henti. Cinta adalah gagasan tentang penciptaan kehidupan setelah kehidupan tercipta. Maka kata Muhammad Iqbal, “Engkau menciptakan hutan belantara. Dan aku menciptakan taman”.

Begitu ada niat baik dan ada muara kehidupan yang lapang yang hendak kita ciptakan, maka cinta ciptakan, maka cinta menjadi nyata saat ia mengalir. Saat ia bergerak. Aliran dan gerakan itulah yang melahirkan debur, gemuruh, riak dan ombak. Gairah dan dinamika yan membuatnya ada, nyata dan hidup.

Seperti air yang berhenti mengalir, kehidupan juga akan berhenti bergerak jika ia tidak mengarah pada sebuah muara besar. Air yang tergenang selalu mengalami pembusukan. Begitu juga kehidupan yang tidak bergerak kehilangan dinamika dan serta merta menjadi rusak. Bukan. Bukan Cuma rusak. Tapi bahkan merusak lingkungan disekitarnya.

Begitu juga cinta ketika ia hanya sebuah perasaan. Bukan sebuah gagasan. Sebab perasaan adalah bagian dari aliran. Bukan aliran itu sendiri. Bukan muara. Begitu juga cinta ketika ia hanya sebuah ruh. Bukan sebuah gagasan. Sebab ruh adalah mata air. Bukan muara. Begitu juga cinta ketika ia hanya sebuah raga. Bukan sebuah gagasan. Apalagi raga; ia hanya riak, hanya gelombang, hanya debur, hanya gemuruh. Ia ada karena aliran. Ada gerakan. Perasaanlah yang memberinya rasa dan nuansa; keindahan. Tapi keindahan ini tak pernah berdiri sendiri.

Gagasan. Gagasanlah yang mengubah cinta menjadi sebuah keseluruhan, sesuatu yang utuh, semacam kumpulan kata-kata yang membentuk kalimat dan melahirkan makna. Yaitu gagasan tentang bagaimana menciptakan kehidupan yang lebih baik, tentang berapa besar energi yang kita perlukan untuk menyelesaikannya, tentang rincian tindakan yang harus dilakukan dari awal hingga akhir. Dalam gagasan itu jiwa, raga dan ruh menyatu; membuncahkan mata air kebajikan, mengaliri setiap sudut kehidupan menuju muara kebahagiaan yang lapang. Disini jiwa, raga dan ruh menuaikan fungsi-fungsinya. Dan pada penuaian fungsi itu ada pesona yang memercikan keindahan.

Ust. Anis Matta

Selasa, 18 November 2008

Love : The Art of Balancing

Obrolan santai dengan seorang sahabat tadi malam, secara tidak sengaja berbicara tengang makna keseimbangan. Dalam islam kita mengenal konsep tawazun. Dalam dunia yoga ada istilah ying-yang. Dan dalam ilmu managemen maka kita pun mengenal istilah the art of balancing. Maka dalam dunia cinta mencintai, kita menemukan kaidah keselarasan dan keserasian.

Semua berada dalam alur yang sama, bahwa untuk mencapai kondisi yang baik dan ideal maka diperlukan konsep keseimbangan. Segala sesuatu hanya akan berada dalam titik kestabilan manakala terjadi keseimbangan di sana.

Alam semesta yang begitu luas ini dengan gugusan galaksi-galaksinya, yang merupakan pertautan dari berjuta-juta tata surya, terus bergerak dalam kestabilan karena terjadi keseimbangan di sana. Jika kita kembali mengingat tentang ekosistem, maka mata rantai kehidupan di alam ini hanya akan terus eksis manakala terjadi keseimbangan di mata rantai-mata rantai itu. Satu mata rantai saja hilang, maka ekosistem itu akan bergolak, mencari keseimbangan baru.

Dalam hubungan dengan sesama manusia pun, agar kita mendapatkan relasi yang selaras dan serasi, maka perlu ada keseimbangan di sana. Seimbang dalam menerapkan hak dan kewajiban. Seimbang dalam hal memberi dan menerima. Bisa menempatkan diri di hadapan orang sekaligus memandang keberadaan dan keadaan orang lain dengan kaca mata diri kita. Maka dalam ungkapan jawa kita mengenal tepa selira, yang kemudian mengejawantah dalam definisi tenggang rasa.

Untuk mencapai keselarasan, maka segala sesuatu akan bergerak mencari titik keseimbangan. Seperti teori harga, ia akan bertemu pada titik keseimbangan : pertemuan antara permintaan dan penawaran. Ketika kedua hal itu belum bertemu, akan terus terjadi koreksi di kedua pihak. Jika tidak ada yang mau untuk mengoreksi diri, jangan harap akan terjadi keseimbangan di sana. Inilah seni keseimbangan alam semesta.

Jika kamu mencintai seseorang, agar terjadi keselarasan dan keserasian, maka dibutuhkan keseimbangan di sana. Di satu sisi kamu menuntut cintanya maka kamu harus memberikan perhatian kepadanya. Di lain waktu kamu ingin dia memperhatikanmu, maka tunjukkan cinta dan sayangmu padanya. Harus selalu ada keseimbangan, agar serasi dan selaras.

Jiwamu dan jiwanya tak mungkin akan pernah bertemu dalam cinta, mana kala yang kamu tawarkan kepadanya tidak sesuai yang sedang ia butuhkan. Atau dia meminta darimu sesuatu, tapi kamu enggan untuk memberinya. Semua harus bersambut. Seperti tangan yang jika bertepuk maka harus ada tangan satunya. Maka pintanya adalah untuk menyeimbangkan pemberianmu. Maka pemberiannya adalah untuk mencapai titik keseimbangan akan keinginanmu. Harus ada saling mengisi di sana.

Seorang pencinta sejati, maka ia akan rela mengoreksi standar nilai dalam dirinya, agar tercapai keselarasan dan keserasian dengan pasangannya. Menaikkannya atau bahkan menurunkannya sekali pun. Nilai apa pun itu. Bisa selera. Cita rasa. Hobi. Yang ia butuhkan adalah bertemu jiwa dengan kekasihnya dalam titik keseimbangan itu. Tidak ada ego di sini. Semua akan luntur atas nama cinta jiwa. Di sinilah kamu akan mendapatkan makna pengorbanan yang luar biasa. Yang terkadang tidak bisa diurai dalam kata-kata.

To My Love : Love U So Much...

Cerita Mereka tentang Pernikahan

Ini tulisan seorang sahabat saya di forum pekanan. Lucu sekaligus menghibur. Selamat menikmati, dijamin akan tertawa atau setidaknya tersenyum...

TAHTA KERAMAT MAJAPAHIT

(mohon maaf, judul cerita tidak mewakili isi cerita)

Bagian I. Adhimas Mr. X dari Kadipaten Klaten

Nun jauh di negeri antah barantah, hiduplah seorang pemuda desa yang bersahaja. Sebut saja dia Adhimas Mr. X. Setelah menekuni bidang perpajakan di bangku kuliah wilayah Kadipaten Sleman selama setahun dan mendapat gelar Pelaksono Mudo, dia mendapat tugas sebagai abdi negara di Pusat Kerajaan. d'Djakarta Cities Metropolies. Jauh. Jauh sekali dari tanah kelahirannya kadipaten klaten. Setelah beberapa lama hidup di Pusat Kerajaan d'djakarta, Adhimas Mr. X. merasa ada yang hilang dari kehidupannya. apakah itu?

Bagian II. Pertemuan dengan Adimas Meliyanting

Adhimas Mr.X merasa kehidupannya berubah menjadi sepi. Dahulu, diperguruan perpajakan kadipaten Sleman Adhimas Mr.X bisa berinteraksi dengan teman seperguruan yang aneh, lucu tapi kompak. Hari-hari menimba ilmu Adhimas Mr.X dilalui dengan penuh suka ceria. Tapi di d'djakarta kehilangan semua itu. Dia merasa memasuki kehidupan yang sangat individualis dan matrealistis. Kenyamanannya menjalani kehidupan lambat laun terus menurun sampai ke titik jenuh paling nadir. Seolah hidup di d'djakarta saat itu hanyalah untuk sesuap Burger atau Fried Chiken untuk esok hari. Begitu instan dan menjenuhkan. Sampai pada suatu hari Adhimas Mr.X berkenalan dengan seorang punggawa sesama Pelaksono Mudo yang mengabdi di Kasenopatian sebelah bernama Adhimas Meliyanting. Pertemuan dengan Adhimas Meliyanting ini merubah babak-babak baru dalam kehidupan Adhimas Mr.X.....

Bagian III. Padepokan Ki Ageng Tumengung Masker

Karena merasa senasib dan sama-sama terbuang dari Kampung halaman, singkat cerita Adhimas Mr. X dan Meliyanting menjadi sahabat karib (jangan diplesetin jadi kurab ya !). Pada suatu kesempatan di malam purnama yang gundah gulana, Meliyanting hendak beranjak berguru ke Komplek Katumenggungan. Melihat Adhimas Mr. X yang hanya membisu memandangi purnama dengan sayu, Adhimas Meliyanting mengajak Adhimas Mr. X ikut berguru ilmu. Sekedar pacoban, Adhimas Mr. X akhirnya ikut juga. Oleh Adhimas Meliyanting, Adhimas Mr. X diperkenalkan kepada gurunya Ki Ageng Tumengung Masker. Seorang guru sakti yang ternyata juga berasal dari Kadipaten Klaten. Singkat cerita, Adhimas Mr. X akhirnya menjadi adek seperguruan Adhimas Meliyanting di padepokan Ki Ageng Tumengung Masker.

Bagian IV. AJI GARWO KATRESNAN ADHIMAS IRUL KHOIR

Suatu hari, terjadi kehebohan di Padepokan Ki Ageng Tumengung Masker. Di kabarkan seorang murid senior dari Ki Ageng Tumengung Masker yang bernama Adhimas Irul Khoir secara mendadak telah berhasil mendapatkan sebuah pusaka sakti yang disebut Aji Garwo Katresnan. Pusaka tersebut hanya bisa diperoleh oleh orang-orang yang menguasai ilmu Munakahatan. Ternyata selama ini secara diam-diam Adimas Irul Khoir dibantu oleh Ki Ageng Tumengung Masker telah melakukan ritual khusus yang disebut Tangarufan. Pasca Ritual Munakahatan Adhimas irul Khoir sukses, sebagai seorang guru Ki Ageng Tumengung Masker pun memberi testimoni pada Adhimas irul Khoir dan juga motivasi kepada murid-muridnya yang laen agar segera menyusul kakak seperguruan mereka Adhimas irul Khoir. Beliau berkata, memiliki Aji Garwo Katresnan lebih cepat itu lebih baik dan jangan ditunda-tunda.

Dengan Aji Garwo Katresnan ini orang akan terbebas dari penyakit ‘jomblo mrenges’. Yaitu penyakit dengan gejala ngalamun, nglangut, nglindur dan suka mrenges sendiri. Akhirnya, Ki Ageng Tumengung Masker pun memberi wejangan keramat. Bagi murid-muridnya yang ingin segera mendapatkan Aji Garwo Katresnan maka segera persiapakan ubo-rampe berupa niat jejeg, ati mantep, restu karep, nafkah ajeg dan ikhtiaran nulis serat biodata. Wejangan Ki Ageng Tumengung Masker saat itu begitu membekas di hati Adhimas Mr. X. Sejak saat itu, Adhimas Mr. X sedikit demi sedikit mengumpulkan ubo-rampe yang dibutuhkan untuk mempraktekan ilmu Munakahatan agar bias segera terbebas dari penyakit ‘jomblo mrenges’.

MASIH BERSAMBUNG........ (namanya juga cerbung)

Seorang Lelaki dengan Kegundahannya

Malam telah menunjukkan kisaran angka 11.34. Dengan sedikit kedinginan karena hujan yang mengguyurnya sejak berangkat ke sebuah agenda acara rutinnya selepas sholat isya’ tadi sampai pun kepulangannya sekarang, lelaki itu melepas jas hujan yang dikenakannya. Perhatian pertamanya tertuju pada si bungsu, anak ketiganya yang tadi ia tinggalkan belum mau tidur. Si bungsu akhirnya tidur dikeloni mbah kakungnya di ruang tamu, kebetulan istrinya sedang tugas keluar kota.

Rabu 05 April 2006, pukul 00.18. Seorang lelaki di tengah gundahnya meraih hp nya untuk merangkai kata, mengirim sebuah pesan untuk istri tercinta :

”8th bukanlah waktu yg pendek utk bs diungkapkan dlm kata2. Selalu ada galau apakah diri ini tlh mpy arti bgnya. Wkt trs berlalu seiring dg berlalunya tanya itu. Smg ia merasakan apa yg mjd gundah slm ini. Yang, Bi mohon maaf jika selama rentang waktu 05-04-1998 s.d. 05-04-2006 bi banyak berbuat salah ke dek. I love u much.”

10 menit kemudian, jawaban sms dari sang istri datang :

“From the bottot of my heart U mean to me much, i can't happier, Mas, dek tersanjung, bahagia, terharu. Bukalah hati mas seluas cakrawala tuk menerima dek apa adanya, ridhoilah dek agar dek dpt menemui mas di syurga nanti. Forgive me 4 everything, i really love mas.”

(catatan yang berserak)

Interaksi Saya dengan ustadz saya : Ust. ZS

Interaksi Saya dengan ustadz saya : Ust. ZS

Malam itu sejatinya ingin saya telepon beliau, biasanya beliau butuh tumpangan untuk datang ke lokasi mabit. Tapi saya sudah lebih dahulu dihampiri oleh seorang teman, sehingga saya putuskan untuk berangkat berboncengan dengan teman saya tersebut.

Belum sampai di lokasi ada teman lain sms, "Akh, saya sudah di lokasi. Di lantai tiga kan? Kok belum ada yang datang ya?". Dia baru bergabung dengan liqoat kami di Pancoran, setelah sebelumnya aktifitas tarbawinya di daerah Tebet. "Yup, saya sedang menuju ke situ Akh." Akhirnya saya berdua teman tadi menjadi peserta mabit yang ketiga dan keempat sampai di lokasi.

Beberapa saat kemudian, ustadz datang. Agak terengah-engah kelihatannya. "Saya tadi sempat tersesat dulu. Diboncengkan sama Akh ****." Melihat beliau kelihatan kelelahan dan agak kepanasan, sejenak saya berharap ikhwah yang datang belakangan tidak lupa untuk membawa minuman dan snack ala kadarnya. Sesuatu yang lupa saya pikirkan sebelumnya.

"Tolong Akh, dibuka jendelanya. Biar ada angin masuk." pinta beliau kepada saya yang kebetulan berada di dekat jendela. Acara pun kemudian kami mulai berlima dengan beliau, tanpa menunggu anggota yang lain datang. Satu per satu teman-teman kami kemudian berdatangan.

Beberapa saat beliau berbicara, saya makin melihat keterengah-engahan beliau. Ternyata tidak ada yang membawa minuman ataupun snack! Kelihatan sekali bahwa beliau kehausan, tapi tidak diucapkannya. Aduhai, kenapa saya menjadi merasa bersalah begini? Biasanya jika hendak mabit, urusan logistik ini yang saya tahu sudah ada yang menangani. Tapi untuk mabit kali ini
sepertinya kemaren lupa dibicarakan.

Selesai acara rutin, saya langsung berinisiatif mengajak seorang teman untuk mencari minuman dan sedikit snack ke luar. Beliau mendekati saya, "Akh, tidak ada minuman. Kalo tidak ada, antum tanggung jawab mencari minuman ya. Panas begini kalo tidak ada minuman bisa dehidrasi kita." Kata beliau sambil sedikit tertawa. "InsyaAllah ustadz, ini saya lagi mau keluar mencari
minum." jawab saya bergegas.

Mencari toko/warung yang cukup lengkap makanan dan minumannya, yang buka di atas jam 22.00 ternyata bukan pekerjaan yang mudah. Berkeliling kami di sepanjang Jalan Pasar Minggu. Kalo sekedar aqua mudah, tapi yang lain-lain ini yang susah.

Alhamdulillah, akhirnya terhidang aqua gelas satu dus, yakult 10botol, dan martabak telor 2 kotak. Kami santap bersama untuk bekal tidur, biar nyenyak katanya. Hehehehe... "Ustadz, dari Semarang sejak kemaren malam ya?" tanya saya. "Ndak. Barusan saja tadi. Terus langsung ke sini. Saya ke sini ya hanya untuk datang liqo dan mabit malam hari ini. Besok pagi-pagi jam tujuh harus kembali lagi ke Semarang. Pagi ada launching caleg dan sorenya ada acara yang harus diisi." Jawab beliau.

Opss.. jauh-jauh dari Semarang beliau "hanya " untuk datang liqo dan mabit? "Saya kemaren kan sudah berkomitmen, meski masa reses saya akan usahakan dua minggu sekali bisa datang." tandas beliau. Ya, sebenarnya kami semua amat memahami kesibukan beliau. Pun pekan kemaren saat hari senin (beliau muskernas di Makassar), saat saya menemukan miskol beliau di hape saya sampai 8x, saya langsung tanggap ada amanah yang harus saya tunaikan.

Setengah bercanda kembali kembali berucap, "Akh K***, lain kali kalo beli makanan, baiknya ada yang manis dan ada yang asin. Buat jaga-jaga kalo ada yang suka manis atau gak suka asin." Saya hanya tersenyum, "Iya ustadz, tadi rencananya mau beli juga yang manis, tapi karena dua bungkus sudah dirasa banyak dan takut gak kemakan, saya putuskan beli ini aja. Makanya saya beli yakult juga tadz, buat pemanisnya." Hehehee, dasar saya. Selalu saja ada alasan. Tapi memang tadi saya dan teman sudah maju-mundur mau beli makanan yang manis juga, tapi akhirnya kami urungkan.

Pelajaran pertama : Semangat untuk menghadiri halaqoh. Ini setidaknya yang saya coba untuk mengikutinya. Meski dalam kondisi beliau yang bahkan kurang fit sekalipun. Entahlah, yang pasti saya merasakan ketenangan di sana. Semoga saya bisa belajar untuk selalu istqomah di atas jalan dakwah ini. Semoga.

Saat ini saya tidak lagi satu forum dengan beliau. Keputusan struktur membuat kami harus berpisah komunitas. Akan tetapi, saya tiap pekan tetap berkunjung ke rumah kontrakan beliau. Ada satu halaqoh yang harus saya temani setiap pekan, dan rumah beliau menjadi basecamp kami. Terkadang beliau masih sering menitipkan halaqoh yang beliau pegang ke sana. “Waktu antum harus dioptimalkan. Nanti kita carikan halaqoh. Minima dua.” Katanya waktu itu.

Ya, beliau sadar dan tahu bahwa karena keluarga saya ada di daerah, sebagaimana beliau juga, maka waktu-waktu di sini harus dioptimalkan. Maka tiap senin malam, jika beliau sedang di luar kota untuk acara dinas maupun masa reses, beliau hampir selalu menitipkan halaqoh beliau ke saya. “Sebisa mungkin halaqoh yang kita pegang itu rutin berjalan setiap pekan. Meski kita berhalangan, maka usahakan agar ada al akh kita yang menggantikan.” Pesan beliau ketika itu.