Siang itu, saya lagi malas untuk keluar dari ruangan kerja.
Seusai sholat dhuhur di masjid lantai bawah pun, lepas dzikir saya langsung
ngacir kembali ke ruangan. Maka untuk memenuhi hajat hidup para makhluk yang
menghuni perut ini, saya memanfaat layanan delivery
order kantin pojok kantor kami. “Pak Dar, nyuwun tulung saya dibuatkan nasi
goreng telor dadar plus segelas teh nasgitel nggih.” SMS saya. Dan seperti biasanya,
SMS jawaban di layar HP cuma muncul satu huruf: “Y”. Cekak aos. Lugas.
Tunggu punya tunggu, saat gelombang demonstransi para
penghuni perut makin ricuh, ternyata pesanan tak juga kunjung datang. Kantin
Pak Dar memang tidak mengenal system komputerisasi atau system indent yang terjaga,
sehingga boleh jadi pesanan saya tadi di overlap oleh pesanan berikutnya. Sehingga
lepaslah dari radar pantauan divisi dapur ketika mereka akan mengeksekusi
pesanan pelanggan. Mau menanyakan langsung kok rasanya seperti kurang sopan,
alhasil hingga jam pulang, pesanan dengan sukses tidak pernah datang.
Saat hendak membayar bensin, alamaaak... ternyata isi
dompet sangat memprihatinkan. Beruntung cukup untuk membayar di SPBU. Maka selepas
mengisi bensin saya memutuskan untuk ke ATM. Entahlah, dalam benak ini yang
terbayang hanya ATM yang berada di depan UTY, padahal ada ATM di Jalan
Kaliurang juga atau di Indogrossir yang lebih banyak mesinnya. Dan ATM di depan
UTY pun bahkan bukan ATM yang sejenis dengan kartu ATM saya. Cari yang searah
dan praktis, itu saja yang berkelebat di kepala waktu itu.
“Mas, bisa minta tolong bantu saya transfer?” tiba-tiba
seorang bapak setengah baya beserta anak laki-lakinya yang menginjak remaja mendekati
saya yang sedang antri di depan ATM. Spontan mata saya bekerja. Menatap dan
mengeksplorasi sekeliling saya. Di sisi agak jauh dari ATM, sekira 20 meteran,
duduk seorang ibu dan anak kecilnya, usia 7 tahunan sepertinya. Masih ada satu
antrian seorang perempuan di dalam mesin ATM. Saya amati sang bapak dan anak
tersebut, sepertinya tidak ada bakat penjahat.
“Oia, boleh pak nanti saya bantu.” Saya menangkapnya bahwa
saya diminta untuk membantu mengoperasikan mesin ATM agar dapat melakukan
transaksi transfer antar bank. Saya melihat bapak tadi merogoh kantongnya, saya
berpikir ia hendak mengambil dompet dan ATM, ternyata taraaaaaa… ia mengeluarkan
segenggam uang. “Lho, maksud bapak?” Tanya spontan saya. “Saya minta tolong mas
transferkan uang 250ribu ke saudara saya, terus uang mas saya ganti dengan uang
ini.” Jelasnya.
Saya cukup tercenung sejenak. “Ini saya mau ada perlu sama
istri.” Katanya sambil menunjuk ke seorang ibu dan anak kecil yang lagi duduk
agak jauh dari mesin ATM, oh itu tadi
rupanya istri dan anaknya. "Sebentar pak." Jawab saya. Takut ini
adalah uang palsu, maka lembar demi lembar saya amati sambil menghitungnya. Ada
selembar 100 ribuan, 2 lembar 20 ribuan dan sisanya lembar 10 ribuan. Sambil
sesekali saya amati kembali bapak dan anak tersebut. Setidaknya feelingku
mengatakan mereka bukan penipu.
“Ini mas nomer rekening tujuannya. Rekening BRI.” dia memberikan
HP bututnya. Ada SMS di sana yang memperlihatkan deret nomor rekening yang
dituju. Sepintas saya menghitung digit nomor rekening tersebut. Yup, itu
tipikal nomor rekening BRI. "Mari pak, kita lakukan transfer ke dalam"
Ajak saya setelah saya meyakini uang itu asli semua, sambil saya bawa HP bapak tersebut.
Ketika kami sudah di dalam ruang ATM tiba-tiba HP berdering. Rupanya ada telepon
untuk istrinya. Sang anak kemudian yang mengantar HP itu ke ibunya.
Selesai keperluan dengan setengah berlari ia kembali bergegas
kembali mendekat, membawa sebuah bukti transfer yang di sana ada no rekening. Sambil
menunggunya, sesekali saya hitung kembali jumlah uang tadi. Masih tetap genap
250 riby. Saya kantong lagi. Bersama anak tadi dan adiknya yang seusia SD, saya
kembali ke mesin ATM. "Mau kemana e dek?" Sekedar bagian dari
pendalaman. Tdk ada motor atau kendaraan lain di sekitar kami. "Mau ke
klaten, mas" Jawabnya.
"Klaten? Klaten dimana?" Tanyaku. Dengar kata
klaten kan sesuatu buat saya. "Ke temannya bapak, gak tahu mas." Katanya.
Aku masukkan ATM BRI. Bukan ATM Mandiri yang kupakai seperti rencana semula.
Sengaja. Di ATM BRI tinggal saldo sisa-sisa, tadi saya cek ada cukup untuk
transfer 250 ribu. Saya ajak dia mendekat ke mesin. Rupanya dia terbiasa dengan
mesin ATM. Ketika saya diktekan nomor rekening tujuan dan dia mengetiknya di
layar, selesai saya diktekan dia mengeja ulang. Anak cerdas, pikir saya.
Next, kami masukkan angka 250 ribu dan konfirmasi
terakhir: OKE. Muncul di layar sesuai data yang ada di tangan kami. "Oke,
sesuai ya dek" finish. "Terima kasih ya mas." Berkali-kali dia
ucapkan itu. Bahkan sejak awal sang bapak pun sudah berulang kali mengucapkan
kata-kata itu. Terlihat tulus. Yang saya tahu, sebelum bertemu dengan saya,
terlihat sang bapak sudah mencoba ke orang sebelumku, tapi sepertinya yang bersangkutan
tidak bersedia membantunya.
Sambil masuk ke mobil, saya hanya bisa bergumam, semoga
apa yang sedikit saya lakukan untuk membantu sang bapak yang bahkan saya pun
lupa menanyakan namanya ini, menjadi jalan Allah memudahkan dan menyederhanakan
segala urusan saya. Saya pun teringat kembali apa yang ditulis istri saya di
status whatsap nya: There is no coincidence. Tidak ada yang kebetulan dalam
kehidupan ini.
“Dan pada sisi Allah-lah kunci-kunci semua yang
ghaib; tidak ada yang mengetahuinya kecuali Dia sendiri, dan Dia mengetahui apa
yang di daratan dan di lautan, dan tiada sehelai daun pun yang gugur melainkan
Dia mengetahuinya (pula), dan tidak jatuh sebutir biji-pun dalam kegelapan
bumi, dan tidak sesuatu yang basah atau yang kering, melainkan tertulis dalam
kitab yang nyata (Lauh Mahfudz)" (Qs. al-An’am
[6] :59).
@jogjakarta, 15 Oktober 2014, tulis ulang cerita
yang berserak
Tidak ada komentar:
Posting Komentar