Kamis, 12 Maret 2009

Perjalanan Tengah Malam !

Kemaren sore tiba-tiba hatiku suntuk. Tiket untuk kepulangan ke Jogja pekan ini belum beres. Sahabat yang aku titipi untuk membelikan tiket memberikan informasi bahwa tiket telah habis. Bayangan buruk di kereta kemudian berputar di kepalaku. Beli tiket tanpa tempat duduk! Duh, benar-benar terbayang jelas deh seperti apa nanti di kereta jika memang itu terjadi. Bahkan tiket balik ke Jakartanya kembali pun aku belum pegang.

Di kamar kost, aku coba meredakan perasaan itu dengan membaca beberapa lembar Al Qur’an sambil menunggu waktu Sholat Maghrib. Alhamdulillah, selepas adzan berkumandang dan aku mengambil air wudhu, agak lega terasa di dada. Tapi entah, tiap teringat kembali akan tiket itu, hatiku kembali suntuk.

Malam itu ada agenda kajian di rumah seorang sahabat di Jalan Kalibata Utara II, daerah sekitar toko Gema Insani Press. Sengaja aku tidak membawa kendaraan. Selain tidak nyaman memakai kendaraan dinas untuk kepentingan bukan kedinasan dan tidak ingin merepotkan teman dengan meminta tolong untuk menjemput ke kost, juga aku sedang ingin naik bis dan merasakan berjalan kaki ke rumah sahabat tadi.

Jika dengan berkendaraan terasa begitu dekat, kini aku baru tahu bahwa ternyata cukup jauh juga jarak rumah sahabat saya dengan jalan raya. 15 menit lbh berjalan kaki. Cukup capek juga. Tapi terus terang aku puas, cukup menghibur juga ternyata perjalanan malam itu. Acara selesai kurang lebih pukul 00.30. Sejatinya sahabatku telah menawarkan untuk menginap saja, ada kamar kosong jika aku ingin menempatinya. Tapi akhirnya aku putuskan tetap pulang saja, dengan menumpang kendaraan salah seorang teman yang rumahnya satu arah dengan kostku.

Pintu gerbang kostku ditutup jam 23.00. Sesampai di ujung gang ke arah kosku sekitar pukul 01.00, teman saya tadi bertanya : Benar, saya tinggal ini? Saya jawab : Yup. ditinggal aja akh. Kemudian dia melanjutkan perjalanan pulangnya.

Sesampai di depan pintu gerbang kost, kemudian saya menekan tombol bel tamu. Tidak bunyi. Dua kali, tiga kali... tetap tidak bunyi. Hatiku mulai tidak enak. Untuk membangunkan teman sesama kost di dalam sana, aku tidak membawa nomor hp mereka karena tertinggal di Jogja pekan kemaren. Duh.
Berkali-kali aku mencoba mengulang menekan bel tapi tetap tidak bunyi. Hendak berteriak memanggil bapak penjaga kost atau memukul-mukul pintu, takut membuat kegaduhan.

Aku mulai bingung, hendak kembali ke rumah sahabat saya, harus 2x naik kendaraan umum dan berjalan kaki 15 menitan. Malam-malam begini? Mau menghubungi istri agar memanggilkan teman satu kost di dalam sana, mana ada wartel yang buka jam 01.00 lebih begini? Akhirnya aku memutuskan mencoba mencari masjid terdekat. Ya, aku akan tidur di masjid saja.

Masjid pertama yang aku datangi di komplek perdatam, Masjid An Nur namanya, ternyata terkunci rapat. Posisinya dekat jalan raya. Bahkan pintu ke arah teras pun terkunci rapat. Melompatinya jelas bukan tindakan yang aman, mengingat di sekitar masjid masih ada beberapa orang aku lihat berjaga-jaga. Bisa dikira maling aku nanti.

Akhirnya aku berjalan lagi. Aku putuskan untuk mencoba peruntungan ke masjid di belakang kostku. Dengan menyusuri gang-gang kecil, sampailah aku di masjid tersebut. Ah... Hatiku kembali kecut, bahkan untuk sekedar masuk ke terasnya pun kali ini lebih tidak bisa, pintu terkunci rapat. Pagat juga tinggi. Apalagi hendak ke ruang utama. Waktu sudah menujukkan sekitar pukul 01.30an.

Sambil terus berjalan, akhirnya aku putuskan untuk kembali ke kost lagi. Jika terpaksa tetap tidak bisa berbunyi belnya, rencana aku hendak mengetuk pintu warteg langganan di sebelah kost ku. Kenapa baru terpikir sekarang, gumamku. Ah, sudahlah. Sampailah aku di depan gerbang kost. Sejenak menghela nafas, dengan kepasrahan yagn mendalam dan mengucap bismillah, aku kembali menekan bel.

Tuinggg… tinggggg… tungggg… tinggggg… tunggggg….! Hai, bunyi!

Tak henti-henti aku mengucapkan tahmid dalam hati. Sambil menunggu bapak penjaga kost membukakan pintu gerbang, aku amati bel tersebut. Oh, rupanya bel tersebut telah diisolasi sana-sini, sehingga ada kemungkinan waktu aku tekan-tekan tadi dalam kondisi tidak nyambung sehingga tidak berbunyi.

Akhirnya drama malam itu berakhir juga. Aku mencoba mengambil banyak pelajaran dari sepotong episode hidupku kali ini. Setidaknya aku mencoba untuk terus berintrospeksi bahwa barangkali banyak kesalahan yang telah aku lakukan pada hari itu. Dan aku yakin, Allah lah yang menegur dan mengajariku dengan perjalanan malam itu. Agar aku selalu bisa bersabar atas segala sesuatu yang menimpa perjalanan hidupku.

Semoga Allah senantiasa mengarunaiku dengan kesabaran, sehingga bisa mengambil ibroh dari setiap kepingan puzle kehidupanku.

Menara Jamsostek, 14: 40 12/03/2009



* Hari berikutnya cerita dan sedikit masalahku ini aku share dengan sahabat-sahabat baikku. Alhamdulillah, Allah kemudian berikan kemudahan sehingga aku akhirnya bisa mendapatkan tiket untuk kepulangan hari Jumat besok.

3 komentar:

  1. Ya begitulah suka dukanya
    tiket susah, eee lha kok nambah-nambah
    tapi begitu dpat tiket terasa nikmat kan?

    BalasHapus
  2. Ho oh Mas... persis, begitu pegang tiket terasa mak plong. Alhamdulillah...

    ~masker~

    BalasHapus
  3. Alhamdulillah...sesungguhnya Allah menguji seseorang seusai dengan kadar keimanannya...

    BalasHapus