Jumat, 01 Mei 2009

Membangun Persepsi Diri

Suatu saat, diadakan pelatihan pengembangan diri di sebuah tempat. Semua peserta dimasukkan ke dalam sebuah ruangan yang tertutup dan ber-AC. Hanya tersedia beberapa kisi-kisi kaca jendela di sekeliling ruangan itu, dan beberapa ventilasi udara kecil di sana-sini. Pelatihan dilakukan seharian penuh. Pagi hingga malam hari. Ada satu peraturan yang harus selalu ditaati oleh peserta. Ya, hanya satu peraturan. Yaitu tidak boleh meninggalkan tempat duduk meski apa pun yang terjadi.

Ketika tiba sesi malam, tiba-tiba lampu padam. Suasana begitu gelap gulita. Dan AC pun otomatis ikut mati. Para peserta berharap agar listrik segera hidup kembali karena udara dalam ruangan itu mulai terasa panas. Ventilasi-ventilasi kecil itu ternyata tak mampu mengalirkan banyak udara segar dari luar. Tapi ternyata pemateri terus melanjutkan materinya meski dalam kegelapan. Para peserta pelatihan mulai gaduh. Udara ruangan yang semakin memanas mulai membuat konsentrasi mereka hilang. Tapi mereka tidak berani melanggar satu-satunya peraturan pelatihan hari itu : tidak boleh meninggalkan tempat duduk meski apa pun yang terjadi !

Mereka pun mulai membayangkan, seandainya saja ada satu kisi kaca jendela di bagian ruangan itu yang terbuka, tentu mereka tidak akan menderita karena kepanasan. Tapi, tidak ada yang berani beringsut dari tempatnya. Di tengah gelapnya ruangan dan mulai panasnya udara, semua seakan pasrah untuk tetap duduk di tempatnya masing-masing.

Di tengah keputusasaan para peserta latihan, tiba-tiba, ‘Prangg !” Dari arah depan terdengar suara kaca pecah. “Saudara-saudara, saya telah memecahkan salah satu kisi kaca jendela di samping saya. Tidak kah anda semua merasakan angin segar mulai berhembus memasuki ruangan ini?” Kata pemateri sesaat setelah bunyi kaca pecah tersebut. Sontak semua bersorak, ”Iyaaaa...!”

Dalam kegelapan, para peserta mulai gembira mendengar ucapan sang pemateri tersebut. Oleh mereka, tiba-tiba saja ruangan itu terasa pelan-pelan berkurang panasnya. ”Praaang...!” Terdengar lagi suara kaca pecah. ”Ini satu lagi saya pecahkan kisi kaca jendelanya!” teriak pemateri. Para peserta semakin bersorak, oleh mereka terasa udara menjadi semakin mendingin. Seolah angin segar terasa semakin menghempas tubuh-tubuh mereka yang mulai berkeringat tadi.

Tiba-tiba, listrik kembali hidup. AC ruangan pun mulai berfungsi kembali. Ruangan yang tiba-tiba justru kembali terasa panas ketika lampu mulai hidup tadi, perlahan mulai terasa dingin. Semua mata tertuju ke arah kaca pecah, ingin melihat seberapa besar kisi jendela yang dipecah oleh sang pemateri. Semua terperanjat, ternyata tidak ada satu pun kaca pada kisi jendela tersebut yang pecah. Yang ada hanyalah pecahan-pecahan gelas yang berserakan di lantai bawah kisi jendela. Dan udara ruangan sebenarnya tetaplah panas, tidak ada yang berubah. Semua mata tertuju kepada sang pemateri yang tersenyum puas.

”Saudara-saudara, benar. Saya tadi sebenarnya tidak memecahkan salah satu pun kisi jendela itu. Saya hanya melemparkan gelas kosong ke arah dinding bawah jendela, sehingga seolah-olah suara pecahnya gelas itu adalah suara pecahnya kisi-kisi jendela. Anda semua yang karena gelap tidak melihat peristiwa sesungguhnya, dalam pikiran anda semua terbayang kaca jendela lah yang pecah sebagaimana yang saya informasikan. Begitu itu seolah nyata dalam pikiran anda, karena begitu kuatnya keinginan anda semua untuk merasakan udara segar sejak matinya AC di ruangan ini, yang mengakibatkan udara menjadi semakin panas.” Sang pemateri memberikan penjelasan.

”Saudara-saudara, kita sekarang sedang belajar yang namanya membangun persepsi diri. Ketika tadi anda membayangkan kaca jendela yang saya pecah, terbayang kuat dalam pikiran anda jendela pecah itu. Kemudian terbayang pula oleh anda semua angin yang segar mengalir deras melaluinya. Sehingga udara yang sebenarnya tetap panas, perlahan seperti mulai mendingin. Inilah tadi kita sedang belajar membangun sebuah persepsi. Bahwa persepsi kita terhadap diri kita sendiri, itu menentukan sikap dan perasaan kita. Tapi rupanya untuk membangun persepsi diri pun, kadang diperlukan faktor di luar diri kita untuk memancingnya. Jadi, lingkungan di sekitar kita pun, bisa membantu kira untuk menciptakan persepsi diri kita. Seberapa bagus anda semua mempersipkan diri anda, maka sebagus itu pulalah hasil yang akan bisa anda capai!” tambahnya.

Suasana hening. Semakin hening. Sang pemateri terheran-heran, kenapa tidak ada respon sedikit pun dari peserta. Buru-buru ia mengenakan kembali kaca matanya yang ia lepaskan semenjak mati lampu tadi. Gubrak...!!! Terhenyaklah dia, ternyata semua peserta telah terkulai di mejanya, terbuai dengan mimpinya masing-masing. Mereka semua telah kelelahan.

Jam telah menunjukkan angka 00.17.

3 komentar:

  1. Saya bingung mengambil hikmah tulisan ini, tapi mungkin bahwa apa yang kita persepsikan itu bisa menjadikan kita seperti yang dipersepsikan, kalau kita yakin bisa maka akhirnya bisa...

    Dari sisi yang lain, tu trainer keterlaluan lho.. sebagai trainer saya tidak bakalan menggunakan metode dia untuk "menyiksa" para peserta

    BalasHapus
  2. Huehe... itu cuma cerita aja kok mas. Intinya adalah bagaimana agar kita selalu mempersipkan baik diri kita. Tidak terlalu underestimated dengan kemampuan dan poatensi diri.

    BalasHapus
  3. kirain persiapan "uji nyali" hehehe

    BalasHapus