Jumat, 13 Maret 2015

Pernik Ringan Seorang Ayah

Pulang kantor kemarin, bungsuku Ghifar tampak berbaring malas-malasan di depan televisi sambil berselimut tebal. Sejenak aku temani sambil memeluknya. "Tadi pagi di sekolah perutnya masih sakit, dex?" Tanyaku. "Malah muntah bi, aku." Waduh. "Sekarang abi ambilin nasi ya? Mau abi buatin lauk telur dadar ala warung padang?" Dia cuma mengangguk sambil matanya terus menikmati tayangan di televisi.

Bergegas aku buka kulkas. Aku ambil 2 butir telur, satu batang loncang dan beberapa helai daun selederi. Setelah dicuci bersih, kucacah kecil-kecil loncang dan helai daun selederi itu. Aku potong bawang bombai kurang lebih seperempat bagian dan aku cacah kecil-kecil juga. Fyuuuh... tiba-tiba mataku terasa pedas dan perih. Bawang bombai ini telah sukses membuat mataku menangis bombai. Heee...

Dua butir telur yang telah aku pecah di mangkok plastik, aku campur dan aduk rata dengan cacahan loncang, selederi dan bawang bombai itu. Aku tambahkan garam secukupnya. Sekilas sambil beraktifitas di dapur aku lihat kamar belakang tampak tertutup rapat. Ibuku yang menemaniku di Yogya sepekan terakhir tampaknya sedang istirahat, pikirku. Dari kepulanganku tadi beliau belum nampak keluar kamar.

Aku ambil wajan, menuangkan minyak goreng secukupnya, dan menyalakan kompor kecil. Aku tuangkan adonan telur tadi dan aku tutup wajan itu dengan tutup panci. Sambil aku siapkan sepiring nasi untuk bungsuku. Tiba-tiba pintu kamar belakang terbuka, "Masak opo nak, aku masuk angin iki?" Ibu menyapaku. "Bikin dadar buat Ghifar, bu. Purun dikeroki? Saya panggilkan simbok biar kesini, nggih." Jawabku.

Aku ambil hp ku. Sambil membalik telor dadar, aku telepon Mas Samidi, karibku di kampung ini. Aku minta simbok segera ke rumah sore ini, untuk ngeroki ibuku. Done. Telor telah matang. Sepiring nasi aku hidangkan di depan bungsuku. "Makanin, bi." kata Ghifar. Bahasa dia jika minta disuapin. "Sebentar, makan sendiri dulu ya. Abi mau mandi. Habis mandi abi suapin sisanya nanti." Ghifar mengangguk.

Simbok sudah datang. Aku siapkan koin dan minyak tawon dalam piring plastik kecil. Aku buatkan satu gelas jahe instan panas dengan gula jawa untuk ibuku. "Bu, saya buatkan jahe panas di meja." Pesan saya kepada ibu dari balik pintu kamar. "Iyo, nak." Aku akan bergegas mandi. Tiba-tiba ibuku keluar kamar dan ke belakang. Muntah-muntah. Aku urut-urut leher beliau sesaat. Hingga muntah beliau reda.

Hmm.. Masih ada 2 janjian dan satu agenda lagi yang belum tuntas hingga malamnya. Hari kemarin seharian dari pagi hingga malam banyak pernik yang terlewati. Berjanji dan bertemu dengan beragam orang dan tempat, bergerak dari satu tempat ke tempat. Mengalir dari waktu ke waktu. Hingga menjelang tengah malam, akhirnya tuntas semua agenda. Aku bisa bernafas lebih lega, menatap hari yang telah kulalui.

Ada masa-masa dalam hidup kita, terkadang kita merasa begitu sedikit waktu tersedia untuk kita. Sementara di sisi lain terlalu banyak hal yang harus kita tuntaskan pada saat itu. Kita patut bersyukur ketika semua waktu yang kita punyai, sebagian besar bisa kita lewati dengan hal-hal yang menambah dan menguatkan sisi-sisi kebaikan dalam diri kita. Dan kita tak boleh lelah untuk terus meminta agar selalu dikuatkan di jalan itu.

Semoga Allah senantiasa memudahkan dan menyederhanakan urusan-urusan kita. Aamiin.


@Jogja, 25Februari2015

Tidak ada komentar:

Posting Komentar