Pulang kantor kemarin,
bungsuku Ghifar tampak berbaring malas-malasan di depan televisi sambil
berselimut tebal. Sejenak aku temani sambil memeluknya. "Tadi pagi di
sekolah perutnya masih sakit, dex?" Tanyaku. "Malah muntah bi,
aku." Waduh. "Sekarang abi ambilin nasi ya? Mau abi buatin lauk telur
dadar ala warung padang?" Dia cuma mengangguk sambil matanya terus
menikmati tayangan di televisi.
Bergegas aku buka
kulkas. Aku ambil 2 butir telur, satu batang loncang dan beberapa helai daun
selederi. Setelah dicuci bersih, kucacah kecil-kecil loncang dan helai daun
selederi itu. Aku potong bawang bombai kurang lebih seperempat bagian dan aku
cacah kecil-kecil juga. Fyuuuh... tiba-tiba mataku terasa pedas dan perih.
Bawang bombai ini telah sukses membuat mataku menangis bombai. Heee...
Dua butir telur yang
telah aku pecah di mangkok plastik, aku campur dan aduk rata dengan cacahan
loncang, selederi dan bawang bombai itu. Aku tambahkan garam secukupnya.
Sekilas sambil beraktifitas di dapur aku lihat kamar belakang tampak tertutup
rapat. Ibuku yang menemaniku di Yogya sepekan terakhir tampaknya sedang
istirahat, pikirku. Dari kepulanganku tadi beliau belum nampak keluar kamar.
Aku ambil wajan,
menuangkan minyak goreng secukupnya, dan menyalakan kompor kecil. Aku tuangkan
adonan telur tadi dan aku tutup wajan itu dengan tutup panci. Sambil aku
siapkan sepiring nasi untuk bungsuku. Tiba-tiba pintu kamar belakang terbuka,
"Masak opo nak, aku masuk angin iki?" Ibu menyapaku. "Bikin
dadar buat Ghifar, bu. Purun dikeroki? Saya panggilkan simbok biar kesini,
nggih." Jawabku.
Aku ambil hp ku. Sambil
membalik telor dadar, aku telepon Mas Samidi, karibku di kampung ini. Aku minta
simbok segera ke rumah sore ini, untuk ngeroki ibuku. Done. Telor telah matang.
Sepiring nasi aku hidangkan di depan bungsuku. "Makanin, bi." kata
Ghifar. Bahasa dia jika minta disuapin. "Sebentar, makan sendiri dulu ya.
Abi mau mandi. Habis mandi abi suapin sisanya nanti." Ghifar mengangguk.
Simbok sudah datang. Aku
siapkan koin dan minyak tawon dalam piring plastik kecil. Aku buatkan satu
gelas jahe instan panas dengan gula jawa untuk ibuku. "Bu, saya buatkan
jahe panas di meja." Pesan saya kepada ibu dari balik pintu kamar.
"Iyo, nak." Aku akan bergegas mandi. Tiba-tiba ibuku keluar kamar dan
ke belakang. Muntah-muntah. Aku urut-urut leher beliau sesaat. Hingga muntah
beliau reda.
Hmm.. Masih ada 2
janjian dan satu agenda lagi yang belum tuntas hingga malamnya. Hari kemarin
seharian dari pagi hingga malam banyak pernik yang terlewati. Berjanji dan
bertemu dengan beragam orang dan tempat, bergerak dari satu tempat ke tempat.
Mengalir dari waktu ke waktu. Hingga menjelang tengah malam, akhirnya tuntas
semua agenda. Aku bisa bernafas lebih lega, menatap hari yang telah kulalui.
Ada masa-masa dalam
hidup kita, terkadang kita merasa begitu sedikit waktu tersedia untuk kita.
Sementara di sisi lain terlalu banyak hal yang harus kita tuntaskan pada saat
itu. Kita patut bersyukur ketika semua waktu yang kita punyai, sebagian besar
bisa kita lewati dengan hal-hal yang menambah dan menguatkan sisi-sisi kebaikan
dalam diri kita. Dan kita tak boleh lelah untuk terus meminta agar selalu
dikuatkan di jalan itu.
Semoga Allah senantiasa
memudahkan dan menyederhanakan urusan-urusan kita. Aamiin.
@Jogja, 25Februari2015
Tidak ada komentar:
Posting Komentar