Pernahkah kita mendengar kata obsesif kompulsif? Bagi
penggemar tetralogi Laskar Pelangi, pada sekuel Sang Pemimpi, tentu tidak lupa
dengan satu sosok yang bernama Jimbron. Ia gagap, tapi ulet. Jimbron sangat
menyukai kuda. Diceritakan bahwa dalam sebuah film di televisi balai desa yang
ditonton Jimbron seminggu sebelum ayahnya wafat, tampak seseorang membawa orang
sakit untuk diobati dengan mengendarai kuda secepat angin sehingga orang itu
dapat diselamatkan.
Barangkali Jimbron menganggap nyawa ayahnya dapat tertolong
jika ia membawa ayahnya ke Puskesmas dengan mengendarai kuda. Maka Jimbron
segera menjadi pencinta kuda yang fanatik. Sangat cinta. Tak ada satu pun hal
lain yang menarik di dunia ini bagi Jimbron selain kuda. Apa pun yang
berhubungan dengan kuda, segera menarik perhatiannya. Maka tulis Andrea Hirata,
“Jimbron terobsesi pada kuda, penyakit gila nomor 14, Obsesif Kompulsif.”
Hari ini aku mencoba berburu makna kata itu. Aku penasaran.
Menurut sebuah literatur, ia adalah kondisi dimana seseorang kesulitan mengontrol
pikiran-pikiran yang menjadi obsesinya dan mengulang beberapa kali perbuatan
tertentu agar dapat mengontrol pikirannya tersebut. Ia mungkin telah berusaha
untuk melawan pikiran-pikiran yang timbul berulang tersebut tapi ia tidak mampu
menahan dorongan untuk melakukannya lagi. Kegundahan menguasainya.
Biasanya seorang yang
mengalami episode ini, ia akan berusaha melawan dan menahan pikiran-pikiran
yang datang tersebut hanya karena ingin memastikan segala sesuatunya
baik-baik saja. Dan itu justru menyebabkan
dirinya menjadi semakin resah. Aku agak termenung sampai di sini. Aku hentikan
pencarian itu. Kita, dalam setiap episode sepanjang nafas yang telah kita
lalui, bisa jadi pernah mengalami kondisi seperti itu. Mungkin.
Pertanyaan besarnya adalah
bagaimana agar kita bisa melewatinya? Tentu ada banyak obsesi dalam tiap ayunan
langkah kaki kita. Namun pada satu tikungan tertentu dalam hidup kita, bisa
jadi kita tiba-tiba dipertemukan dengan sebuah obsesi yang tidak biasanya.
Normal. Boleh jadi sangat normal. Tapi kita tidak mengerti bagaimana itu bisa
terjadi. Mendadak ia terus menggaung. Memenuhi segenap nalar dan rasa kita.
Sangat membingungkan.
Ada kesadaran untuk melawannya dengan suatu tindakan, tapi
dari dalam diri kita malah menolaknya. Kita seolah tertawan. Tanpa daya. Berbagai
upaya kita lakukan untuk memindahkan ketertawanan itu. Tapi semua itu tak cukup
untuk melepaskan diri kita. Sia-sia. Maka yang bisa kita lakukan, cobalah untuk
mengingat isi obsesi. Resapi, hayati dan berdamailah. Jangan sekali-kali kita melawan
isi obsesi itu, tapi lawanlah bentuk kompulsi kita.
Bila kita pelan-pelan menghadapi obsesi kita tanpa melakukan
perilaku kompulsi dan menghadapi kegundahan kita dalam waktu yang cukup lama maka
pelan-pelan keresahan itu akan menghilang. Mungkin. Karena aku sendiri masih
meraba. Biarkan sampai ia merasa lelah dengan sendirinya.
Mungkinkah? Mungkin. Karena sekali lagi, aku juga masih mencoba meraba dalam
gelap. Maka tidak salah untuk dicoba, jika kita kebetulan melewati episode ini.
Semoga kita selalu dimudahkan dan disederhanakan dalam segala urusan kita. Aamiin.
kalau masih 1 obsesif kompulsifnya masih belum akut pak, kalau dah 4 baru bisa diperiksakan ke psikiater... eh
BalasHapusHee.. opo e mas? lampung masih aman terkendali kan?
BalasHapusIzin repost ka
BalasHapus