Rabu, 15 Oktober 2014

Refleksi: Tidak Ada Yang Kebetulan


Siang itu, saya lagi malas untuk keluar dari ruangan kerja. Seusai sholat dhuhur di masjid lantai bawah pun, lepas dzikir saya langsung ngacir kembali ke ruangan. Maka untuk memenuhi hajat hidup para makhluk yang menghuni perut ini, saya memanfaat layanan delivery order kantin pojok kantor kami. “Pak Dar, nyuwun tulung saya dibuatkan nasi goreng telor dadar plus segelas teh nasgitel nggih.” SMS saya. Dan seperti biasanya, SMS jawaban di layar HP cuma muncul satu huruf: “Y”. Cekak aos. Lugas.

Tunggu punya tunggu, saat gelombang demonstransi para penghuni perut makin ricuh, ternyata pesanan tak juga kunjung datang. Kantin Pak Dar memang tidak mengenal system komputerisasi atau system indent yang terjaga, sehingga boleh jadi pesanan saya tadi di overlap oleh pesanan berikutnya. Sehingga lepaslah dari radar pantauan divisi dapur ketika mereka akan mengeksekusi pesanan pelanggan. Mau menanyakan langsung kok rasanya seperti kurang sopan, alhasil hingga jam pulang, pesanan dengan sukses tidak pernah datang.

Ndilalah saat hendak pulang, revo saya ternyata juga protes. Indikator isi perutnya lagi-lagi menunjuk strip merah. Mau tidak mau harus mampir SPBU ini. Maka sambil bershalawat agar revo kuat berjalan hingga SPBU terdekat, saya melaju menyusuri ring road utara kota yogya. Menjelang SPBU ternyata antrian kemacetan kendaraan menuju lampu merah luar biasa. SPBU ada di seberang antrian rapat motor dan mobil. Alhamdulillah, seketika ada mobil memberi jarak sehingga revo saya bisa menerobos masuk SPBU.

Saat hendak membayar bensin, alamaaak... ternyata isi dompet sangat memprihatinkan. Beruntung cukup untuk membayar di SPBU. Maka selepas mengisi bensin saya memutuskan untuk ke ATM. Entahlah, dalam benak ini yang terbayang hanya ATM yang berada di depan UTY, padahal ada ATM di Jalan Kaliurang juga atau di Indogrossir yang lebih banyak mesinnya. Dan ATM di depan UTY pun bahkan bukan ATM yang sejenis dengan kartu ATM saya. Cari yang searah dan praktis, itu saja yang berkelebat di kepala waktu itu.

“Mas, bisa minta tolong bantu saya transfer?” tiba-tiba seorang bapak setengah baya beserta anak laki-lakinya yang menginjak remaja mendekati saya yang sedang antri di depan ATM. Spontan mata saya bekerja. Menatap dan mengeksplorasi sekeliling saya. Di sisi agak jauh dari ATM, sekira 20 meteran, duduk seorang ibu dan anak kecilnya, usia 7 tahunan sepertinya. Masih ada satu antrian seorang perempuan di dalam mesin ATM. Saya amati sang bapak dan anak tersebut, sepertinya tidak ada bakat penjahat.

“Oia, boleh pak nanti saya bantu.” Saya menangkapnya bahwa saya diminta untuk membantu mengoperasikan mesin ATM agar dapat melakukan transaksi transfer antar bank. Saya melihat bapak tadi merogoh kantongnya, saya berpikir ia hendak mengambil dompet dan ATM, ternyata taraaaaaa… ia mengeluarkan segenggam uang. “Lho, maksud bapak?” Tanya spontan saya. “Saya minta tolong mas transferkan uang 250ribu ke saudara saya, terus uang mas saya ganti dengan uang ini.” Jelasnya.

Saya cukup tercenung sejenak. “Ini saya mau ada perlu sama istri.” Katanya sambil menunjuk ke seorang ibu dan anak kecil yang lagi duduk agak jauh dari mesin ATM, oh  itu tadi rupanya istri dan anaknya. "Sebentar pak." Jawab saya. Takut ini adalah uang palsu, maka lembar demi lembar saya amati sambil menghitungnya. Ada selembar 100 ribuan, 2 lembar 20 ribuan dan sisanya lembar 10 ribuan. Sambil sesekali saya amati kembali bapak dan anak tersebut. Setidaknya feelingku mengatakan mereka bukan penipu.

“Ini mas nomer rekening tujuannya. Rekening BRI.” dia memberikan HP bututnya. Ada SMS di sana yang memperlihatkan deret nomor rekening yang dituju. Sepintas saya menghitung digit nomor rekening tersebut. Yup, itu tipikal nomor rekening BRI. "Mari pak, kita lakukan transfer ke dalam" Ajak saya setelah saya meyakini uang itu asli semua, sambil saya bawa HP bapak tersebut. Ketika kami sudah di dalam ruang ATM tiba-tiba HP berdering. Rupanya ada telepon untuk istrinya. Sang anak kemudian yang mengantar HP itu ke ibunya.

Selesai keperluan dengan setengah berlari ia kembali bergegas kembali mendekat, membawa sebuah bukti transfer yang di sana ada no rekening. Sambil menunggunya, sesekali saya hitung kembali jumlah uang tadi. Masih tetap genap 250 riby. Saya kantong lagi. Bersama anak tadi dan adiknya yang seusia SD, saya kembali ke mesin ATM. "Mau kemana e dek?" Sekedar bagian dari pendalaman. Tdk ada motor atau kendaraan lain di sekitar kami. "Mau ke klaten, mas" Jawabnya.

"Klaten? Klaten dimana?" Tanyaku. Dengar kata klaten kan sesuatu buat saya. "Ke temannya bapak, gak tahu mas." Katanya. Aku masukkan ATM BRI. Bukan ATM Mandiri yang kupakai seperti rencana semula. Sengaja. Di ATM BRI tinggal saldo sisa-sisa, tadi saya cek ada cukup untuk transfer 250 ribu. Saya ajak dia mendekat ke mesin. Rupanya dia terbiasa dengan mesin ATM. Ketika saya diktekan nomor rekening tujuan dan dia mengetiknya di layar, selesai saya diktekan dia mengeja ulang. Anak cerdas, pikir saya.

Next, kami masukkan angka 250 ribu dan konfirmasi terakhir: OKE. Muncul di layar sesuai data yang ada di tangan kami. "Oke, sesuai ya dek" finish. "Terima kasih ya mas." Berkali-kali dia ucapkan itu. Bahkan sejak awal sang bapak pun sudah berulang kali mengucapkan kata-kata itu. Terlihat tulus. Yang saya tahu, sebelum bertemu dengan saya, terlihat sang bapak sudah mencoba ke orang sebelumku, tapi sepertinya yang bersangkutan tidak bersedia membantunya.

Sambil masuk ke mobil, saya hanya bisa bergumam, semoga apa yang sedikit saya lakukan untuk membantu sang bapak yang bahkan saya pun lupa menanyakan namanya ini, menjadi jalan Allah memudahkan dan menyederhanakan segala urusan saya. Saya pun teringat kembali apa yang ditulis istri saya di status whatsap nya: There is no coincidence. Tidak ada yang kebetulan dalam kehidupan ini.

“Dan pada sisi Allah-lah kunci-kunci semua yang ghaib; tidak ada yang mengetahuinya kecuali Dia sendiri, dan Dia mengetahui apa yang di daratan dan di lautan, dan tiada sehelai daun pun yang gugur melainkan Dia mengetahuinya (pula), dan tidak jatuh sebutir biji-pun dalam kegelapan bumi, dan tidak sesuatu yang basah atau yang kering, melainkan tertulis dalam kitab yang nyata (Lauh Mahfudz)" (Qs. al-An’am [6] :59).



@jogjakarta, 15 Oktober 2014, tulis ulang cerita yang berserak

Tidak ada komentar:

Posting Komentar