Kamis, 03 April 2008

Meraih Sukses (dakwah) Tanpa Batas….

Meraih Sukses (dakwah) Tanpa Batas

Melakukan sebuah aktivitas kemudian aktivitas tadi menjadi sebuah monumen kesuksesan yang tanpa batas, tentu menjadi impian banyak orang. Kesuksesan selalu berbanding lurus dengan usaha-usaha yang kita lakukan, semakin keras kita melakukan usaha untuk mencapai kesuksesan tersebut, maka akan semakin terbuka peluang kita untuk menggapai kesuksesan itu.

Dalam dakwah juga begitu. Siapa yang tidak ingin agar aktivitas dakwah yang kita tekuni, yang merupakan warisan tugas kenabian, bisa sukses tanpa batas? Sehingga ia akan menjadi sumber pahala yang mengalir terus tiada henti, mengalir melebihi usia biologis kita. Itulah sesungguhnya kesuksesan tanpa batas yang saya maksud di sini.

Ada hal-hal yang perlu kita perhatikan dalam diri para kader dakwah, terkait dengan usaha kita untuk menjadikan aktivitas dakwah ini agar terus ada, ditengah konstelasi peperangan antara pendukung al haq dengan al bathil yang semakin terbuka dan meruncing dewasa ini. Hal-hal tersebut adalah :

1. An nauiyah al jayyidah (kualitas yang bagus)

Dibutuhkan kader dakwah yang mempunyai kualitas yang bagus, baik itu sisi maknawiyah, fikriyah maupun jasadiyahnya. Dakwah Rasulullah dan para sahabat menunjukkan hal ini. Mereka adalah contoh generasi yang mampu menyeimbangkan kekuatan maknawiyah, fikriyah dan jasadiyahnya. Tentang kualitas keimanan mereka tidak kita ragukan, mereka adalah generasi pertama yang ditempa langsung oleh Rasulullah bersamaan dengan bimbingan wahyu Alloh yang juga turun di masa mereka. Mereka juga dianugerahi keilmuan yang mengagumkan. Kemampuan menghapal yang dipunyainya, mampu mereka padukan dengan sumber ilmu yang langsung datang dari Alloh yaitu Al Qur’an. Dan perlu diingat, fisik mereka teramat tangguh, terbukti dengan peperangan-peperangan yang terjadi di masa mereka. Selama di Madinah saja setidaknya jihad qital terjadi 85 kali, jika dirata-rata maka kurang lebih tiap 1,5 bulan ada peperangan! Prestasi yang amat mencengangkan.

Gambaran keterkaitan antara kualitas kader dakwah dengan ”daya gedor” nya dalam aktivitas dakwah dapat kita lihat dalam QS Al Anfal : 65-66 yang artinya :

Hai Nabi, kobarkanlah semangat para mukmin untuk berperang. Jika ada dua puluh orang yang sabar diantaramu, niscaya mereka akan dapat mengalahkan dua ratus orang musuh. Dan jika ada seratus orang yang sabar diantaramu, niscaya mereka akan dapat mengalahkan seribu dari pada orang kafir, disebabkan orang-orang kafir itu kaum yang tidak mengerti[623]. (QS Al Anfal : 65)

Sekarang Allah telah meringankan kepadamu dan dia telah mengetahui bahwa padamu ada kelemahan. Maka jika ada diantaramu seratus orang yang sabar, niscaya mereka akan dapat mengalahkan dua ratus orang kafir; dan jika diantaramu ada seribu orang (yang sabar), niscaya mereka akan dapat mengalahkan dua ribu orang, dengan seizin Allah. Dan Allah beserta orang-orang yang sabar. (QS Al Anfal : 66)

[623]. Maksudnya: mereka tidak mengerti bahwa perang itu haruslah untuk membela keyakinan dan mentaati perintah Allah. Mereka berperang hanya semata-mata mempertahankan tradisi jahiliyah dan maksud-maksud duniawiyah lainnya

2. Al kamiyah al kafiyah (jumlah yang memadai)
Selain dukungan kualitas kader dakwah yang mumpuni, dibutuhkan juga sisi kuantitas kader. Tidak dipungkiri, kemaksiyatan dan kejahatan dewasa ini tumbuh semakin merajalela, bak cendawan di musim hujan. Karenanya, dibutuhkan juga pertumbuhan kader dakwah yang berlipat-lipat.

Tengoklah betapa beratnya meng-golkan sebuah UU tentang Anti Pornografi dan Pornoaksi yang sedang terjadi saat ini. Ternyata kemaksiyatan masih mendapat dukungan yang teramat masif. Pun kalau kita korelasikan dengan kandungan ayat di atas tadi, maka rasio kader dakwah terhadap musuh dakwah yang berbilang 1:10 dalam kondisi kualitas kader dakwah yang baik atau 1:2 dalam kondisi lemah, harus selalu menjadi pertimbangan kita.
Rasulullah sendiri menyiratkan dalam sabdanya, “Perbanyaklah keturunan. Aku lebih menyukai banyaknya jumlah kalian.”

3. Al mitsaliah ats tsabitah (idealisme yang kokoh)
Kalo kita melihat bagaimana para musuh dakwah ini terlihat amat ’militan’ memperjuangkan misi-misi mereka padahal kita yakin mereka di atas al bathil, maka sudah semestinya kita harus lebih militan dari mereka karena kita yang kita perjuangkan ada di atas al haq.

Alloh berfirman dalam Surat Yusuf : 108 :

Katakanlah: "Inilah jalan (agama) ku, aku dan orang-orang yang mengikutiku mengajak (kamu) kepada Allah dengan hujjah yang nyata, Maha Suci Allah, dan aku tiada termasuk orang-orang yang musyrik."

4. Al waqi’iyah al mahsubah (realitas yang diperhitungkan)
Ketika Rasulullah memulai dakwah di bumi arab, beliau memulai dengan menempa generasi pertama para mujahid dakwah di darr al arqom. Dari tempat inilah beliau melakukan penempaan dengan intensif kepada mereka sehingga mereka yang lulus dari ’madrasah’ inilah yang kemudian kita saksikan menjadi pembawa bendera islam sepeninggal beliau.

Ketika bumi Mekah di rasa tidak kondusif terhadap perkembangan Islam, maka turunlah perintah hijrah sehingga kemudian kita lihat Islam berkembang pesat di madinah.

Ketika Rasulullah hendak menunaikan haji pada tahun ke 6 H kemudian dicegat oleh delegasi kaum kafir quraisy agar Rasul tidak berhaji tahun itu dan kemudian mereka menawarkan perjanjian yang kemudian dikenal dengan perjanjian hudaibiyah, Rasulullah menerima tawaran itu. Bahkan kemudian seorang Umar bin Khothob protes dengan keputusan tsb, datang kepada Rasulullah dan berkata kepada beliau, ‘Wahai Rasulullah, bukankah engkau utusan Allah?’ Rasulullah menjawab, ‘Ya betul’. Umar bin Khaththab berkata, ‘Bukankah kita kaum muslimin?’ Rasulullah menjawab, ‘Ya betul’. Umar bin Khaththab berkata, ‘Bukankah mereka orang-orang musyrikin?’ Rasulullah menjawab, ‘Ya betul’. Umar bin Khaththab berkata, ‘Kalau begitu, kenapa kita menerima kehinaan untuk agama kita?’ Rasulullah bersabda, ‘Aku hamba Allah dan RasulNya. Aku tidak menentang perintah Allah dan Dia tidak akan menelantarkanku’

Barulah dua tahun kemudian Alloh membukakan rahasia di balik keputusan Rasul tersebut, yaitu peristiwa fathu Makkah, dimana penaklukan Makkah itu terjadi tak lain asebab di awali dengan gerbang perjanjian hudaibiyah ini.

Ada kondisi-kondisi kekinian dan realitas yang harus selalu kita perhitungkan agar keberlangsungan dakwah ini tidak terganjal.

Inilah hal-hal yang mesti kita perhatikan jika kita ingin menjadikan dakwah yang kita tekuni ini menjadi sebuah amal yang bisa menghasilkan kesuksesan tanpa batas tadi, kesuksesan yang akan mengantarkan kita kepada kebahagiaan fiddunya wal akhiroh.

By Masker, 24032006 at Yogya. Adopsi dari berbagai sumber.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar