Rabu, 25 Juni 2008

Nasehat Itu Bernama Sakit

Ahad pagi kemaren, tiba-tiba saja kepala saya pusing. Pandangan berputar, bumi seperti dibolak-balik. Kemudian pusing itu hilang. Tapi beberapa saat kemudian kejadian itu berulang beberapa kali. Sampai saya sedikit berteriak dan menggapai-gapai istri saya untuk saya berpegangan padanya. "Mungkin
migrain seperti biasanya itu mas?" tanya istri. "Bukan, yang ini tidak seperti itu rasanya. Ini mungkin seperti vertigo" Saya jelaskan apa yang saya rasakan.

Pagi itu juga, sejatinya anak perempuan saya latihan pentas di sekolah, untuk acara tutup tahun kenaikan kelas sabtu depan. Karena saya kurang sehat, dan dia sendiri dari bangun tidur mengeluh sakit tenggorokan,
akhirnya istri menelepon ibu gurunya untuk mengijinkan tidak ikut latihan. Dan pagi itu juga kami ada janji dengan seorang dokter, untuk mengkhitan anak pertama kami. Akhirnya saya minta istri untuk ngerokin punggung dan leher saya, siapa tahu bisa sembuh.

Pukul 10.00 dokter tersebut datang. Begitu saya keluar menyambutnya, dalam pikiran saya mengatakan kalo saya sepertinya pernah bertemu dengan orang ini. Ternyata dia juga mempunya pikiran yang sama. Setelah berbincang di ruang tamu, "Sepertinya lebih dari sekali kita pernah bertemu pak. Tapi di acara apa ya?" katanya. Setelah ditelusuri, ternyata dia teman satu angkatan adik saya di pesantren daaru hira' dulu, sebuah pesantren mahasiswa di kota jogja. Ah, memang terlalu terbatas ingatan kita ini.

Beberapa saat kemudian dokter tadi telah selesai mengkhitan anak saya. Alhamdulillah, semua berjalan lancar. Istri, yang selama proses khitan itu sengaja mengungsikan kedua anak saya yang lain ke rumah tetangga, segera
saya telepon untuk pulang. Ternyata suhu badan anak perempuan saya tetap tinggi. Siang itu juga sepulang sholat dhuhur, segera saya mencari apotek sekitar rumah untuk membeli obat penurun panas, sekaligus membeli bakso untuk sekeluarga. Tiga apotek telah saya datangi dan tutup, akhirnya saya urungkan dulu usaha saya membeli obat penurun panas dan segera bergegas pulang.

Selepas santap bakso, saya minum sebutir obat untuk menghilangkan pusing kepala. Kemudian bergegas tidur. Tumben, kedua anak saya siang itu juga mau untuk tidur siang. Padahal biasanya susah sekali untuk tidur siang.
Sementara sang kakak yang habis dikhitan, masih belum bisa tidur karena kondisinya barangkali. Kami terbangun sudah selepas sholat ashar. Kepala saya masih sesekali serasa berputar. Badan anak perempuan saya masih tetap panas.

Sore itu setelah beres-beres, kami putuskan untuk periksa ke puskesmas terdekat. Kebetulan ada dokter jaganya meskipun libur. Dengan mengendarai motor, pukul 17.00 kami telah sampai di puskesmas. Dokter jaga dan kru di sana masih sibuk menangani berkas seorang pasien yang telah lebih dulu datang. Hampir setengah jam kami menunggu tidak disapa dan tidak dilayani, akhirnya saya berkata ke istri, "Sudah lah dek, nanti ke dokter umum yang praktek aja ya. Tidak usah menunggu di sini. Soalnya sebentar lagi sudah harus ke stasiun nih." Kami putuskan untuk urung periksa di puskesmas tersebut. Duh, kenapa juga pelayanan di lembaga pemerintah ini masih saja belum baik dan profesional, gumam kami.

Ya, petang itu juga sesampai di rumah, setelah menunaikan sholat maghrib dan mempersiapkan barang-barang untuk ke Jakarta, berboncengan dengan istri saya berangkat ke stasiun, untuk menuju medan amal berikutnya. Dalam perjalanan saya agak sedikit begumam dalam hati, kenapa tadi lupa beli minuman buat di perjalanan. Apalagi kondisi fisik agak drop seperti ini, biasanya sebotol pocari sweat cukup membantu.

Sebelumnya saya sempat bersms ria dengan Akh Heru. Ternyata dia naik kereta yang sama, bahkan di gerbong yang sama hanya berbeda nomor tempat duduk. Sesampai di dalam kereta, selepas bertemu dengan roker joglo (rombongan kereta jogja-solo), Akhuna Heru datang menghampiri dan memberikan sebotol pocari sweat, "Pak, ini buat antum." Ah, ternyata Allah sangat dekat sekali. Bahkan lintasan dalam hati pun segera dipenuhi-Nya. Alhamdulillah wa subhanallah.

Malam itu, saat beranjak tidur dengan gelaran tikar di sela tempat duduk kereta, sesekali kepala saya masih berputar. "Dek, mungkin darah rendahku kumat. Besok pagi kalo belum baikan, tak periksa ke dokter deh" begitu sms saya ke istri malam itu. Menghabiskan sebotol pocari sweat, akhirnya saya tertidur dengan doa harapan esok paginya bangun dengan kondisi yang lebih baik.

Ikhwati fiillah. Alhamdulillah wa syukurillah, senin kemaren sampai dengan hari ini, saya telah bisa beraktifitas seperti biasa. Tanpa diganggu oleh pusing yang pada hari ahad kemaren begitu mengganggu. Maka, mari kita
syukuri masa-masa sehat kita dengan senantiasa membuat amal kebaikan. Karena sungguh, hanya saat sakit datanglah kita biasanya baru bisa merasakan betapa mahalnya nikmat kesehatan, yang terkadang sering kita lupakan dan lupa kita syukuri keberadaanya.

Bagi yang kemaren juga sedang sakit. Akh Norman, Akh Gita, Akh Heru, dan juga Akh Saleh. Akh Pani beberapa saat yang lalu. Semoga sakit kita menjadi bagian bagi gugurnya dan diangkatnya sebagian dosa-dosa kita. Amien.

Barakallahu lakum. Ukhibbukum fiillah.

3 komentar:

  1. halo mas keri,, termakasih ya,, atas semua yang mas keri bagi kepada kami,
    atas nasehat yang mas keri berikan kepada kami,
    dan atas ilmu2 yang mas keri cipratkan kepada kami,

    hehehe jadi melankolis gini,,

    pokoknya terimakasih ya boss,,,

    BalasHapus
  2. Jangan begitu, ntar saya jadi tersedu-sedu lho... hikkss...

    BalasHapus
  3. mas,,, pake "Free shoutbox @ ShoutMix"
    mas,,, biar ada perckapannya,,, seperti di blog saya itu loh,,,,

    BalasHapus