Jumat, 10 Oktober 2008

Ada Tidak Ada, Sama Saja !

"Ada tidak ada, sama saja. Tidak ada bedanya!" Pagi itu tiba-tiba dari mulut mungil wanita itu keluar ucapan tersebut. Sepertinya dia begitu marah kepada suaminya. Tentu semua itu ada sebabnya. Ada alasannya. Apapun itu. Tapi, merenungkan kalimat tersebut, tetap saja membuat seseorang yang mendengarnya akan berkenyit. Begitukah?

Saya teringat dengan sebuah ungkapan arab, 'wujuduhu ka'adamihi' yang artinya adanya sama dengan tidak adanya. Ungkapan ini sering untuk menggambarkan seseorang yang di komunitasnya tidak membawa nilai lebih apa-apa. Nol. Sehingga digambarkan ada maupun tidak adanya dia, sama saja komunitas tersebut. Gambaran ini untuk memacu kita untuk semestinya menjadi pribadi yang bernilai lebih di komunitas kita, apapun komunitas tersebut. Bukankah Rasulullah mengatakan 'khairukum anfa'uhum linnaas', sebaik-baik kalian adalah yang paling memberi manfaat bagi manusia?

Bagi kita, komunitas yang terkecil kita bernama keluarga. Dan ketika seseorang telah berkeluarga, maka komunitas terkecil kita itu tentu paling tidak terdiri dari dua insan yaitu suami dan istri. Sebaik-baik suami/istri adalah yang paling memberi manfaat kepada keluarga yang dimilikinya, dalam hal ini pasangannya. Tentu juga anak-anaknya. Begitu kira-kira jika hadist tadi diterapkan dalam konteks ini.

Kembali kepada kalimat di awal alinea tadi, adakah sesuatu yang salah? Kenapa wanita tadi berucap seperti itu? Layakkah? Kita tentu ingat dengan sebuah hadist Rasulullah, Diriwayatkan oleh Ibn Abbas (ra):

Nabi (saw) berkata: "Aku melihat surga. Lalu aku memakan setangkai buah-buahannya. Jika kalian mendapatinya, maka kalian akan memakannya selama dunia masih ada. Aku diperlihatkan neraka, maka aku tidak melihat pemandangan yang lebih buruk dari hari itu. Aku melihat kebanyakan penduduknya adalah wanita." Para sahabat bertanya, "Karena apa, wahai Rasulullah?" Rasulullah saw. menjawab, "Karena kekufurannya." Beliau ditannya, "Apakah mereka kafir terhadap Allah?" Rasulullah saw. menjawab, "Mereka mengingkari suami dan mengingkari kebaikan. Jika kalian berbuat baik kepadanya selama setahun penuh, lalu ia melihat darimu sesuatu (keburukan) satu kali, ia akan berkata, "Aku tidak melihat kebaikanmu sama sekali." (Shahih Bukhari, Kitab Al-Kusuf, Bab Shalat al-Kusuf Jama'atan, juz 1, hlm. 331-332, no. hadits 1.052).

Terdapat hadits lain yang diriwayatkan Abu Sa'id al-khudri, ia berkata, Rasulullah saw. bersabda, "Wahai sekalian wanita, bersedekahlah, karena aku diperlihatkan bahwa kaum kalian adalah kebanyakan penghuni neraka." Mereka bertanya, "Karena apa, wahai Rasulullah?" Beliau menjawab, "Kalian sering sekali melaknat dan mendurhakai suami. Aku tidak melihat kekurangan akal dan agama yang hilang dari otak pria yang kokoh dari salah seorang kalian." Mereka bertanya, "Dan apakah kekurangan agama dan akal kami, wahai Rasulullah?" Beliau menjawab, "Bukankah kesaksian seorang perempuan setengah dari kesaksian seorang pria?" Mereka menjawab, "Betul." Beliau berkata, "Itulah kekurangan akalnya. Bukankah jika haidh, ia tidak shalat dan puasa?" Mereka menjawab, "Betul." "Itulah kekurangan agamanya." (Shahih Bukhari, Kitab Tarku al-Haidh ash-Shaum, juz 1 hlm. 115, no. hadits 304)

Jelaslah di sini bahwa hadits ini shahih dan tidak perlu diragukan lagi.

Tidak bersyukur seorang hamba kepada Allah, sampai dia bisa bersyukur (berterima kasih) kepada sesama manusia. Begitu Allah memaklumatkan. Paramater syukur seseorang adalah sejauh mana dia bisa berterima kasih kepada sesamanya. Saya jadi teringat salah satu nasehat Aa Gym dalam berinteraksi dengan manusia, 'ingatlah kebaikan-kebaikannya, dan lupakan kesalahan-kesalahannya kepada kita'

Lalu mengapa Rasulullah mengabarkan bahwa penghuni neraka kebanyakan perempuan? Kata Beliau lebih lanjut, "Karena kekufurannya.". "Mereka mengingkari suami dan mengingkari kebaikan. Jika kalian berbuat baik kepadanya selama setahun penuh, lalu ia melihat darimu sesuatu (keburukan) satu kali, ia akan berkata, "Aku tidak melihat kebaikanmu sama sekali." Barangkali memang demikianlah tabiat wanita. Bisa jadi itu bisa dihilangkan. Karenanya Rasulullah menyuruh agar para wanita lebih banyak bersedekah.

Tentu tidak ada suami yang senang dengan mendengarkan ucapan itu. Tapi sekali lagi itu tabiat. Ada baiknya kita belajar dari seorang Umar. Beliaupun pun ada saatnya dimaki-maki oleh istrinya, dan beliau diam saja. Karena beliau tahu, bagaimanapun istrinya telah berbuat kebaikan yang banyak kepada dirinya dengan mengurus kebutuhan dia dan anak-anaknya.

Seandainya pun anda harus mendengar ucapan tersebut, maka tersenyumlah. Bersikaplah sebagaimana seorang Umar bersikap. Dorong istri anda untuk banyak bersedekah sebagaimana wasiat Rasulullah. Masih banyak sisi kebaikan dan kelebihan yang dia punyai untuk selalu anda ingat. Cintai dia dengan sepenuh hati anda.

Semoga Allah mengumpulkan kita dan keluarga kita di Jannah-Nya kelak, bukan sekedar di dunia yang sungguh amat fana ini. Tentu dengan cinta yang lebih abadi. Amin.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar