Jumat, 10 Oktober 2008

Buku harian Mas Bejo : Kisah Si Rubah

Ini kiriman dari sahabat yang lain. Ya, sekedar wacana. Atau mungkin lebih tepatnya sharing yang semoga bisa saling meringankan. Walau solosi mungkin masih jauh panggang dari api.

Buku harian Mas Bejo : Kisah Si Rubah

(Menabunglah dari uang TC dan Gaji karena sewaktu-waktu mutasi bisa keluar dan harus datang pelantikan)

Sampai saat ini Mas Bejo masih terngiang-ngiang sebuah cerita tentang rubah dan kebun anggur. Cerita itu ada di buku paket bahasa inggris SMP tahun 1980 an.
Suatu hari ada seekor rubah yang kurus dan kelaparan sampai di sebuah perkebunan anggur yang sudah berbuah dan matang-matang. Melihat hal tersebut air liur rubah langsung keluar dan harapan hidupnya kembali tumbuh, kini dia bersemangat untuk menikmati buah anggur yang sudah matang tersebut. Namun sayang kebun anggur tersebut telah dikelilingi pagar yang rapat sehingga si rubah tidak bisa masuk. Si rubah dengan penuh semangat mengelilingi pagar kebun tersebut sambil mencari siapa tahu ada lobang/celah sehingga dia bisa masuk ke kebun anggur. Entah sudah berapa lama dia mengelilingi pagar dan semakin lama semakin lemah bahkan dia hampir perputus asa untuk tidak melanjutkan pencarian. Di saat hampir perputus asa si rubah melihat lobang kecil di ujung pagar.

Semangatnya kembali bangkit dan dengan susah payah si rubah memasuki lobang kecil tersebut. Karena si rubah badannya sangat kurus akhirnya berhasillah dia memasuki kebun. Horeeeee teriak si rubah. Dengan lahapnya si rubah makan anggur. Setelah kekenyangan si rubah tidur. Begitulah kebiasaan si rubah saat ini. Hari-harinya diisi dengan makan enak dan tidur. Tanpa disadari tubuh si rubah telah berubah menjadi bersih dan gemuk. Si rubah sekarang tidak lincah lagi karena jarang berolah raga (OR-nya ya versi rubah) dan kerjanya makan dan tidur. Bobotnya sudah naik 2 kali lipat. Si rubah menyadiri perubahan yang ada pada dirinya, kini dia merindukan keluarganya dan merindukan komunitasnya.

Kini si rubah sedang mencari lobang dimana dulu dia masuk. Setelah dicari kesana dan kemari akhirnya ditemukanlah lobang tersebut. Si rubah berusaha sekuat tenaga untuk keluar melalui lobang tersebut. Tubuhnya yang gemuk kini sudah tidak muat lagi. Akhirnya ……. terserah si rubah. Kalau dia akan keluar maka dia harus puasa lagi agar tubuhnya kembali kurus seperti semula ketika dia dating, tapi kalau tidak keluar dia merindukan keluarganya, komunitasnya. Belum lagi resiko menghadapi pemilik kebun.

Ingat kisah ini Mas Bejo jadi teringat nasibnya, ingat tentang modern, ingat tentang gaji dan tunjangannya yang sudah setingkat manager, tapi juga ingat mutasi yang bisa datang sewaktu-waktu tanpa permisi lebih dulu ditambah ketidak jelasan kemana Mas Bejo dimutasi. Belum lagi efek samping dari mutasi: Mas Bejo harus datang untuk pelantikan dengan membayar transport dari uang pribadi. Mas Bejo harus cari penginapan sementara dengan biaya pribadi juga. Setelah itu Mas Bejo harus berfikir apakah nyari (dan menganggarkan dana) kontrakan rumah atau kos-kosan, anggaran rutin bolak-balik (jika masih bisa dijangkau bisa seminggu sekali, bisa dua minggu sekali, bisa sebulan sekali, bisa tiga bulan sekali bahkan bisa enam bulan sekali), anggaran makan (catering di kantor, warteg dll) dan iuran kantor untuk dirinya sendiri, anggaran sekolah anak-anaknya, anggaran belanja istri dan anak-anaknya, anggaran rutin lainnya.

Nyambung ke kisah di atas, Mas Bejo ibaratnya rubah yang telah gemuk (gaji dan tc sudah tinggi) tapi dia harus mempersiapkan untuk menjadi kurus. Sebab dia harus menabung bukan untuk investasi tapi menabung (sebenarnya tidak tepat istilah menabung, yang tepat mungkin harus mengurangi jatah) untuk jaga-jaga jika sewaktu-waktu ada mutasi lagi, itupun jika saat ini masih ada yang tersisa…..

Suatu kali Mas Bejo mutasi, tetangganya mengucapkan selamat. Mas Bejo hanya mengucapkan terima kasih dengan senyum yang dipaksakan (karena hatinya sedang merasakan kegetiran). Tetangganya pasti berfikir kalau seseorang dimutasi pasti rumah dinas sudah ada, uang transport sudah disiapkan, gaji dan tunjangan naik dan fasilitas lainnya tersedia dan semuanya itu sudah ada yang mengurus. Sebenarnya Mas Bejo mau menjelaskan ke tetangga tersebut bahwa kalau di mutasi kita pakai uang sendiri dulu, nanti sebulan atau dua bulan berikutnya baru dapat uang jalan dan ongkos nginap 3 hari. Itupun harus selalu ada yang “mantau” di keuangan. Gara-gara mikir ini Mas Bejo jadi kreatif sambil iseng, katanya istilah MUTASI tidak tepat, yang tepat adalah AMPUTASI.

Kalau ingat ini Mas Bejo pinginnya ya ditempatkan di daerah di mana dia sudah ada rumah meskipun sederhana, kumpul bersama istri dan anak-anak. Rasa iri Mas Bejo kadang timbul juga (Mas Bejo juga manusia) ketika melihat ibu-bu yang karirnya bagus dan hanya ditempatkan mutar-mutar di satu kota saja. Orang-orang seperti ini kalau lagi ngisi sosialisasi atau penataran atau apalah namanya ngomongnya “renyah” sekali, enak didengar, lantang bak pahlawan. Gimana ngggak “renyah” keluarga ngumpul, gaji tinggi dan fasilitas ada dan nggak pernah merasakan mutasi (adanya promosi).

Mas Bejo jadi meragukan iktikad baik aktifis pembela kesetaraan gender. Mestinya mereka konsekuen juga, mutasi perempuan yaa harus sama dengan yang mutasi laki-laki, bukankah kalau laki-laki di mutasi dia akan meninggalkan perempuan???? Atau setidak-tidaknya ada saluran aspirasi untuk pegawai untuk mengajukan permohonan ke mana saja tempat yang diinginkan mutasi. 18-09-08


Mutasi oh mutasi ……
(Episode: Ternyata pisah keluarga itu nggak enak)

2 komentar:

  1. mas, dah prnh dikejar macan blom ?
    saya saja yg 8 tahun di sumatra,trima apa adanya.
    blog mas ini menghina saya, masa sampean yg sudah di jakarta ribut mutasi, emg mo pndh kmn lg ?
    mas mau tukeran sama saya ?
    barangkali mo ngrasain dikejar macan

    BalasHapus
  2. tenang mas...
    saya hanya memposting apa yang ditulis teman-teman. saya juga pernah di sumatera dua tahun lebih, tapi alhamdulillah kemudian bisa pindah. saya doakan agar mas selalu dalam lindungan-Nya...

    BalasHapus