Selasa, 22 Juli 2008

Kenapa Kepercayaan itu Harus Ditumbuhkan…? (Part 3)

Kenapa Kepercayaan itu Harus Ditumbuhkan…? (Part 3)

Pulang dari kantor senin kemaren sesampai di kost, masih tersisa pening di kepala serta hidung meler dan mampet. Sepertinya dampak dari aktifitas akhir pekan di Jogja sebelumnya ditambah perjalanan kereta pada malam harinya. Ingin sekali segera merebahkan tubuh. Saya keluarkan hp dari tas, biasanya jam-jam begini istri atau anak-anak sering miskol. Ada 2 kali miskol, ternyata dari ustadz saya. Dengan pertimbangan beliau sedang muskernas di Makasar, saya hanya sms balik “Afwan ustadz, tadi ana di perjalanan”.

Sesaat kemudian adzan Maghrib telah berkumandang. Belum sempat mandi, segera kami tunaikan sholat Maghrib berjamaah di masjid jami’ dekat kost bersama 2 teman saya, rombongan kereta dari Jogja juga. Dan seperti biasa, ba’da sholat kami langsung jalan bersama untuk makan malam. Malam kemaren kami ingin menu yang agak spesial, karena kondisi fisik agak drop, maka kami memutuskan untuk mencari sop iga. Biar segar katanya. Jadilah kami menuju sebuah tempat makan di daerah kalibata. Cukup jauh dari kost, harus berjalan kaki dulu 500-an meter kemudian naik angkot Rp. 2000,- Tidak mengapa.

Ternyata saya salah membawa hp. Hp cdma fren yang saya bawa, sementara yang gsm tertinggal di kost. Saya sudah menduga, pasti akan ada yang miskol. Sesampai di kost sehabis makan, saya perhatikan di layar hp ada 6 kali miskol. Dari ustadz saya ! Merasa tidak enak, langsung saya telepon balik. “Afwan lagi ustadz, tadi hp tertinggal di kamar kost. Ana tadi makan malam dulu.” Sebelum beliau menanyakan, langsung saya berikan penjelasan tersebut. Karena ini bukan kejadian yang pertama kali...!

“Iya, ndak papa. Ini akh, malam ini kan ada liqo di rumah saya. Tadi sih sudah saya minta untuk diskusi karena saya hubungi antum gak masuk-masuk. Antum kalau sempat tolong ditengokin ya” begitu kata beliau. “InsyaAllah ustadz, nanti ana sempatkan” jawab saya singkat.

Belum sempat saya beranjak, “Assalamu’alaikum..” salah seorang mutarobbi saya tiba-tiba nongol di depan pintu kost. “Sakit tho Pak?” tanyanya. “Ndak kok akh, cuma sedikit pusing dan pilek” Ya, saya teringat malam itu ada salah satu teman di halaqoh kami yang mengaqiqahi anaknya. Dan kami telah berjanji untuk datang ke sana. “Teman-teman ke sini juga?” tanya saya. ”Nggak pak, mereka menunggu di depan alfamart.”

Sejatinya, dalam hati tadi saya ada rencana untuk minta ijin dan mempersilakan mereka untuk hadir di aqiqahan tersebut. Tetapi melihat semangat mereka, tidak tega saya untuk memupusnya. Akhirnya saya kenakan jaket, bergegas kami menemui teman-teman yang lain untuk kemudian menuju rumah kontrakan teman kami. Tidak jauh memang, tapi kami harus bertanya 2 kali untuk sampai ke lokasi.

Sampai di tempat hajatan ternyata persis pada saat selesainya pengajian aqiqah. Namun wajah teman kami tetap berbinar begitu melihat kehadiran kami. ”Terima kasih pak ustadz. Mohon maaf lho tempatnya seperti ini” ucapnya saat menyambut kehadiran kami. Sekitar 30 menitan kemudian kami berbincang tentang berbagai hal. Dia bercerita tentang kondisi kontrakannya, tetangga-tetangganya dan tak lupa beberapa keluarga dan kerabatnya ditunjukkannya kepada kami.

Mendadak saya teringat kembali dengan amanah ustadz tadi. Saya hubungi salah seorang di halaqoh itu, sekedar memastikan bahwa mereka liqa mandiri dan diskusi memang berjalan baik. Saya menanyakan berapa orang yang hadir, diskusinya tentang apa dan acara ditutup jam berapa. Alhamdulillah, setidaknya saya bisa membuat laporan ke ustadz jika ditanyakan nanti.

Meski akhirnya kami seakan hanya ’sekedar’ hadir dan parahnya lagi terlambat acara aqiqahnya, tapi saya melihat ada kegembiraan yang lain di wajah-wajah mereka. Yang dikunjungi merasa begitu diperhatikan, yang mengunjungi ikut merasakan kegembiraan yang mungkin sulit untuk bisa diucapkan dengan kata-kata. Menjelang pukul 22.00 kami berpamitan pulang.

Pelajaran berikutnya yang bisa saya ambil adalah tentang makna perhatian. Meski hanya ’sekedar’ ikut hadir dalam ’momen-momen spesial’ mereka, itu akan membekas dalam hati mad’u kita. Pada saatnya akan melahirkan kepercayaan. Sesuatu yang amat berharga bagi dakwah ini.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar