Kamis, 07 Agustus 2008

Dasar Pelupa…!

Pagi itu kereta sampai di stasiun tugu lebih cepat dari biasanya. Pukul 04.00 kurang. Langsung saya menemui mas pengojek yang menjadi langganan saya. “Kulo kinten nitih gajayana mas, wau kula tenggo kok mboten ketingal-ketingal” sapanya begitu melihat saya. “Nggih mas, lha angsale tiket malem. Dados nggih sak angsale mawon…” jawab saya.

Menyusuri kawasan jalan magelang, biasanya jika saya pulang dengan naik gajayana yang berarti sampai di jogja sekitar jam 02.00, saya selalu akan menjumpai mobil-mobil parkir berderet. Seakan-akan ada yang sedang punya hajatan pernikahan. Tak kalah motor-motor pun juga berderet di tempat tersendiri. Beginilah kehidupan malam di jogja. Ada dua tempat yang menjadi tempat ’pelepas penat’ di sana, bagi orang-orang bermobil tadi. ”Ya begitu itu mas tiap malam, apalagi kalo akhir pekan begini.” katanya mas ojek ketika saya mengomentari keramaian tersebut.

Saya memang tidak bisa membayangkan, kesenangan macam apa yang orang-orang peroleh di dalam sana. Hanya dalam persepsi saya, setidaknya kehidupan malam di dalam sana biasanya identik dengan musik, minuman keras dan wanita. Ah, semoga saja saya salah. Persepsi itu timbul karena memang saya hanya melihatnya dari tayangan-tayangan di televisi saja.

Tak terasa perjalanan telah sampai di depan rumah saya. Memakan waktu hampir 20 menit. Setelah saya membayar ongkos ojek, langsung saya mengetuk pintu. ”Dek... assalamu’alaikum.” Pelan saya ketok pintu depan rumah saya. ”Wa’alaikumussalam.” sahut istri saya sambil membukakan pintu. Ya, istri saya sudah bangun dan menunggu kedatangan saya. Tadi sewaktu menjelang stasiun tugu, saya sempat ber-sms-an dulu dengannya.

Satu pelukan dan kecupan di keningnya saya persembahkan untuknya. Menu rutin akhir pekan jika saya pulang. Ehmm... sambil mengambilkan segelas air teh hangat, istri saya bertanya, ”Bawa apa Mas...?” ”Ya, paling susu kotak buat anak-anak to.” jawab saya santai. ”Lupa ya..?” lanjutnya. ”Lupa? Memang ada apa? Dek gak ada pesan apa-apa kan kemaren?” saya jadi bertanya-tanya.

Sejenak saya lihat dia memperhatikan tanggal di kalender. Sekali lagi dia berucap, ”Lupa ya..?” sambil tersenyum. Saya masih belum menemukan jawaban pertanyaan tersebut. Dalam kepala saya berputar tiga kata : pulang, lupa, dan kalender. Butuh beberapa saat bagi saya untuk mencari keterkaitkan tiga kata tersebut dengan sikap istri saya. ”Hari ini tanggal berapa?” pancingnya.

Deg. Ternyata saya baru ingat, hari ini adalah milad istri saya. Padahal baru kemaren sore saya menulis perbedaan tanggal lahir saya dan istri yang terbilang mudah di ingat karena tinggal membalikkan saja. Bulan lahir kami pun apalagi sama. ”Memang orang-orang sedunia pada lupa kayaknya...” lanjutnya sambil tersenyum.

Sejenak kembali saya rengkuh dia dalam pelukan saya. ”Afwan ya dek, kelupaan. Selamat milad ya. Semoga di umur yang tersisa semakin membawa berkah. Abi bawa coklat di tas.” kata saya. ”Tapi niatnya buat anak-anak kan?” tanyanya. ”Iya juga sih...” jawab saya sambil tertawa. Istri pun ikut tertawa. Mafhum...

Dari masjid dekat rumah kami, adzan subuh telah berkumandang. Alhamdulillah ya Allah. Kau berikan untukku seorang istri yang menerimaku apa adanya. Karena dalam beberapa hal, saya memang pelupa !

Terima kasih Cinta !

Tidak ada komentar:

Posting Komentar