Jumat, 16 Mei 2008

HAK YANG TAK TERTUNAIKAN SEMPURNA

Pagi-pagi sekali tadi handphone saya berdering, teman satu anggota ronda tiap malam ahad menelepon saya. “Pak, ada sripah. Tetangga dekat njenengan meninggal dunia, karena asma yang mendadak”. Dari nada bicaranya, saya langsung menemukan kesedihan yang bertalu-talu. Beliau tidak sedang sakit. Kejadian itu begitu mendadak.

Hati saya terhenyak dalam sedih. Menangis. Beliau adalah teman sekaligus tetangga terbaik saya. Kami berdua adalah pendatang, menghuni desa ini dalam waktu hampir bersamaan. Batas rumah kami pun menyatu, sesuatu yang tidak lazim di desa. Umur kami pun tak jauh berbeda, hanya berselang dua tahun.

Masih hangat dalam ingatan saya, akhir tahun kemaren selama hampir setengah tahun kami berdua menjadi penglajo Jogja-Jakarta karena perusahaan tempat beliau bekerja sebagai seorang analis programmer mendapat proyek di Jakarta. Hampir tiap pekan bersama-sama menikmati riuhnya kereta senja Jogja-Jakarta. Menjadikan kekeluargaan kami semakin kenthal.

Tiap malam ahad pun kami menjadi satu kelompok ronda. Beberapa bulan yang lalu kelompok ronda kami mencetuskan ide membuat kolam ikan yang dikelola bersama, agar ronda kami tidak hanya sekedar berkumpul, tapi bisa menelorkan sesuatu yang produktif. Beliau termasuk yang semangat memberikan ide-idenya.

Saya bertemu dalam forum ronda terakhir adalah tiga pekan yang lalu, karena dua pekan berikutnya secara bergiliran saya dan beliau yang absen. Waktu itu kebetulan giliran berkumpul di teras rumah saya. Beliau sebetulnya ada acara mabit di masjid kami yang letaknya di luar desa berserta kelompok pengajiannya. Namun selepas perserta lain mulai tidur, beliau malah bergabung di teras rumah saya untuk menunaikan ’kewajiban’ rondanya. Berbincang ringan dan berdiskusi tentang berbagai hal.

*****

”Kata istri beliau, pagi tadi selepas beliau berwudhu hendak sholat subuh, tiba-tiba beliau seperti menahan sakit yang luar biasa. Habis itu ’sudah tidak ada’ lagi” begitu istri saya mengabarkan.

Pekan kemaren ketika sholat ashar di masjid, kami berdua adalah yang terakhir keluar dari masjid. Setelah menutup semua pintu masjid, saya disibukkan oleh anak-anak saya sehingga tidak sempat menyapanya. Namun ketika hendak meninggalkan masjid, sekilas saya masih melihatnya terpaku di atas motornya di depan masjid, menatap kosong masjid kami. Entah apa yang beliau pikirkan. Setidaknya itulah terakhir kali saya melihatnya.

Aduhai sahabatku, saya berharap engkau kembali menghadap-Nya dengan khusnul khatimah. Saya meyakini betapa engkau jauh lebih di sayang Allah. Engkau adalah seorang penyayang keluarga. Beberapa tahun yang lalu engkau rela melepas pekerjaanmu di Jakarta, hanya agar engkau bisa dekat dan lebih banyak waktu dengan keluargamu. Saya pun melihat kedekatan bidadari-bidadari kecilmu kepadamu.

Kembalimu sungguh mengagetkanku, sekaligus mengesankanku. Karena Rasulullah mengabarkan bahwa di antara tanda khusnul khatimahnya seseorang adalah meninggal di hari jumat. Engkau mendapatkannya. Ketika engkau beranjak hendak sholat subuh di pagi jumat yang dingin tadi, Allah berkenan memanggilmu. Semoga Allah merahmatimu, wahai sahabatku.

*****

Satu hal yang membuat kesedihan saya semakin bertalu-talu, saya tidak dapat dan tidak mampu mengantarkannya ke tempat peristirahatan terakhirnya. Karena saya di sini, ratusan kilometer dari desa kami. Ditambah sulitnya mendapat tiket dadakan, apalagi ini menjelang liburan akhir pekan. Sungguh hak beliau yang harus saya tunaikan ini tak mampu tertunaikan sempurna.

”Allahummaghfirlahu warhamhu wa’afihi wa’fuanhu...”

Sungguh kematian itu begitu dekat dengan kita. Dia tidak pernah memandang usia muda atau tua. Dia tidak melihat fisik kita sehat atau sakit. Dan dia akan datang menjemput sewaktu-waktu, tak ada alasan untuk memajukannya atau pun memundurkannya. Karena itu, tak semestinya kita melewatkan waktu-waktu kita tanpa amal yang bermanfaat sebagai bekal kematian.

”Hai jiwa yang tenang. Kembalilah kepada Tuhanmu dengan hati yang puas lagi diridhai-Nya. Maka masuklah ke dalam jama'ah hamba-hamba-Ku, masuklah ke dalam syurga-Ku.” (QS 89 : 27-30)


Jakarta, 16/05/08
Teruntuk sahabatku yang mendahuluiku :
Semoga Allah memberikan maghfirah-Nya. Dan merahmatimu di alam kubur sana.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar